MATA
KULIAH DOSEN
PEMBIMBING
Telaah
kurikulum PAI Baktiar
Nasution.MPDI
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Disusun Oleh:
Ririn Pratiwi
Nimko:
1216.15.1373
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
PEKANBARU
2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum
B. Landasan Filosofis
C. Landasan yuridis
D. Landasan Konseptual
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum
wr.wb
Alhamdulillah puji syukur kehadirat
Allah SWT karena berkat kasih sayangnya saya dapat menyelesaikan makalah Telaah
Kurikulum PAI yang bertemakan landasan
pengembangan kurikulum ini tepat pada waktunya. Makalah ini dimaksudkan
untuk mengetahui apa saja landasan pengembangan kurikulum.
Saya ucapkan terimakasih kepada
teman-teman yang telah membantu saya untuk menyelesaikan makalah ini, akan
tetapi saya menyadari bahwa makalah ini tentu tidak sempurna. Untuk itu saya
senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun para pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamuallaikum
wr.wb
Pekanbaru,
12 Oktober 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum sebagai sebuah rancangan
pendidikan yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum didalam pendidikan
dan dalam perkembangan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa
dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum
tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis
yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal. Penyusunan dan pengembangan
kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan
yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses
penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran
pendidikan dan pembelajaran serta lebih efektif dan efisien.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
itu landasan pengembangan kurikulum?
2. Apa
itu landasan filosofis?
3. Apa
itu landasan yuridis?
4. Apa
itu landasan konseptual?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui landasan pengembangan kurikulum.
2. Untuk
mengetahui landasan filosofis.
3. Untuk
mnegetahui landasan yuridis.
4. Untuk
mengetahui landasan konseptual.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum
Hornby mengatakan bahwa landasan itu
adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip
yang mendasari, contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik
tolak.
Menurut soedijarto, kurikulum adalah
segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk
diatasi oleh siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi
suatu lembaga pendidikan.
Dengan demikian landasan pengembangan
kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, asumsi, orinsip yang menjadi
sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.[1]
Landasan pengembangan kurikulum
memiliki peranan penting yang sangat signifikan, sehingga apabila kurikulum
diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak kuat, maka
ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan tersebut
akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila tidak memiliki
dasar pijakan yang kuat maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan
yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta didik yang dihasilkan
oleh pendidik itu sendiri.[2]
B.
Landasan Filosofis
Filsafat berasal dari bahasa yunani
kuno, yaitu dari kata philos dan sophia. Philos artinya cinta yang mendalam dan
sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat secara
harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Secara
populer filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau
pendirian hidup bagi individu.
Filsafat memegang peranan penting
dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam filsafat pendidikan,
kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat seperti: perenialisme,
progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun
senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan
merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), dibawah ini diuraikan tentang
isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitanya dengan pengembangan kurikulum,
yaitu:
a. Perenialisme:
lebih menekankan pada keabadian, keidealian, kebenaran dan keindahan dari
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham
ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme:
lebih menekankan pentingnya pewarisan
budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada pesrta didik agar dapat
menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran
lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk
hidup dimasyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesianlisme juga lebih
berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme:
lebih menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan
makna, untuk memahami kehidupan seseorang ataupun memahami dirinya sendiri.
d. Progresivisme:
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada pesrta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme meruoakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme:
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstrukivisme
lebiha jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan
sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis,
memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada
hasil belajar dan proses.
Aliran
filsafat perenialisme, essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan model kurikulum subjek akademis.
Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan model
kurikulum pendidikan pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak
diterapkan dalam pengembangan model kurikulum interaksional.
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena
itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat
ini, pada beberapa negara khususnya diindonesia, tampaknya mulai terjadi
pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum dengan menitikberatkan pada
filsafat rekontruktivisme.
C.
Landasan yuridis
Landasan yuridis adalah landasan
hukum atau landasan undang-undang yang dijadikan tempat berpijak atau dasar
dari pengembangan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, kalau kita berbicara
tentang landasan hukum, maka kita berbicara tentang undang-undang yang
dijadikan acuan pokok untuk untuk pengembangan kurikulum tersebut. Dibawah ini
tercantum bebrapa landasan yuridis kurikulum pendidikan sebagai berikut:
1. Undang-undang
dasar republik indonesia tahun 1945
2. Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
3. Peraturan
pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang perubahan
atas peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan.
Landasan yuridis pengembangan kurikulum,
peraturan undang-undang nomor 32 tahun 2013. Landasan yuridis pengembangan
kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 32 tahun
2013 tentang standar nasional pendidikan (SNP) sebagai berikut:
1. Pasal
2 ayat 1: lingkup standar nasional pendidikan meliputi standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan
standar penilian pendidikan.
2. Pasal
2 ayat 1A: standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan
kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3. Pasal
2 ayat 2: untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan
standar nasional pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
4. Pasal
2 ayat 3: standar nasional pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah,
dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional,
dan global.
5. Pasal
2A: standar kompetensi lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan
standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar
pembiayaan.
6. Pasal
64: penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik untuk memantau prosoes,
kemajuan belajar dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
7. Pasal
67: pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang
diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan
dasar dan menengah, dan jalur nonformal kesetaraan.
Peraturan pemerintah republik
indonesia nomor 55 tahun 2007. Pendidikan keagamaan, sebagai berikut:
1. Pasal
8
a. Pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu
agama
b. Pendidikan
keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilaibajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu agama yang
berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan berakhlak mulia.
2. Pasal
9
a. Pendidikan
keagamaan meliputi pendidikan keagamaan islam, kristen, katolik, hindu, budha,
dan khonghucu.
b. Pendidikan
keagamaan diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal.
c. Pengelolaan
pendidikan keagamaan dilakukan oleh menteri agama.
3. Pasal
10
a. Pendidikan
keagamaan menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran
agama.
b. Pendidikan
ilmu yang bersumber dari ajaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
memadukan ilmu agama dan ilmu umum/keterampilan terutama bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik pindah pada jenjang yang sama atau melanjutkan
penyelenggaraan ke pendidikan umum atau yang lainnya pada jenjang berikutnya.
4. Pasal
11
a. Peserta
didik pada pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
terakreditasi berhak pindah ke tingkat yang setara disekolah dasar, madrasah
ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, sekolah menengah
atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan,
atau bentuk lain yang sederajat setelah memenuhi persyaratan.
b. Hasil
pendidikan keagamaan nonformal atau informal dapat dihargai sederajat dengan
hasil pendidikan formal keagamaan/umum/kejuruan setelah lulus ujian yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk oleh
pemerintah atau pemerintah daerah.
c. Peserta
didik pendidikan keagamaan formal, nonformal, dan informal yang memperoleh
ijazah sederajat pendidikan formal umum/kejuruan dapat melanjutkan kejenjang
berikutnya pada pendidikan keagamaan atau pendidikan yang lainnya.
5. Pasal
12
a. Pemerintah
atau pemerintah daerah memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan
keagamaan.
b. Pemerintah
melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan selama tidak
bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
c. Pemerintah
atau lembaga mandiri yang berwenang, melakukan akreditasi atas pendidikan
keagamaan untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai standar
nasional pendidikan.
d. Akreditasi
atas pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilaksanakan setelah
memperoleh pertimbangan dari menteri agama.
6. Pasal
13
a. Pendidikan
keagamaan dapat berbentuk satuan atau program pendidikan.
b. Pendidikan
keagamaan dapat didirikan oleh pemerintah, pemrintah daerah atau masyarakat.
c. Pendirian
satuan pendidikan keagamaan wajib memperoleh izin dari menteri agama atau
pejabat yang ditunjuk.
d. Syarat
pendirian satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terdiri
atas: isi pendidikan/kurikulum, jumlah kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, sumber pembiayaan untuk kelangsungan
program pendidikan, sistem evaluasi, dan manajemen dan proses pendidikan.
e. Ketentuan
lebih lanjut tentang syarat-syarat pendirian satuan pendidikan keagamaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri agama dengan
berpedoman pada ketentuan standar nasional pendidikan.
f. Pendidikan
keagamaan jalur nonformal yang tidak berbentuk satuan pendidikan yang memiliki
peserta didik 15 orang atau lebih merupakan program pendidikan yang wajib
mendaftarkan diri kepada kantor departemen agama kabupaten/kota.
Pendidikan
keagamaan islam:
7. Pasal
14
a. Pendidikan
keagamaan islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren.
b. Pendidikan
diniyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal.
c. Pesantren
dapat menyelenggarakan satu atau berbagai satuan atau program pendidikan pada
jalur formal, nonformal, dan informal.[3]
D.
Landasan Konseptual
Landasan konseptual adalah landasan
yang identik dengan asumsi yaitu suatu gagasan, kepercayaan,prinsip, pendapat
atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam
rangka berfikir atau dalam bertindak.
Pengembangan kurikulum disekolah
dapat dipandang sebagai suatu model perencana kurikulum mikro. Hal ini
menggunakan landasan-landasan konseptual seperti halnya yang digunakan dalam penyusunan
kurikulum makro. Secara umum, konsep yang berhubungan dengan pengembangan
kurikulum dapat ditelusuri dari proses pengembangannya itu sendiri. Sekaitan
dengan hal ini kita berpegang pada suatu konsep, bahwa pada mulanya kurikulum
merupakan ide si perancang tentang bentuk penyelenggaraan pendidikan disekolah
(stenhouse, 1976). Ide yang ada dalam pikiran itu dikomunikasikan dengan cara
menuangkannya dalam rencana tertulis, untuk dijadikan pegangan dalam praktek
pendidikan disekolah. Itu sebabnya, dalam praktek pendidikan seringkali muncul
hasil yang nyata pada diri siswa, yaitu pengalaman belajar yang diperoleh,
meskipun tidak tercantum dalam perencanaan secara tertulis. Hasil belajar
semacam ini disebut dengan kurikulum tersembunyi (taba 1962, taba 1972). Konsep
umum tentang pengembangan kurikulum ini dapat digambarkan dalam model sebagai
berikut:
Kurikulum Kurikulum
ideal tersembunyi
Gambar : Model rekayasa kurikulum
Pada
gambar diatas terlihat bahwa proses pengembangan kurikulum dimulai dari proses
memikirkan berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan disekolah
(ide) yang ada didalam pikiran sipengembang. Ide itu dapat didasarkan atas
hasil pemikiran semata atau dapat pula didasarkan atas hasil-hasil penelitian.
Dalam konteks pengembangan kurikulum mikro, disamping hasil pemikiran atau
hasil penelitian juga berpijak pada kurikulum resmi yang dikeluarkan oleh
departemen pendidikan dan kebudayaan. Selanjutnya ide-ide itu dituangkan dalam
rencana tertulis atau kurikulum resmi. Dalam konteks kurikulum makro, kurikulum
resmi ini adalah buku kurikulum yang akan dipakai oleh seluruh sekolah yang ada
diseluruh wilayah nusantara. Dalam konteks kurikulum mikro, kurikulum resmi
yang dimaksudkan disiniadalah kurikulum sekolah atau kurikulum bidang studi
yang direncanakan dan dilaksanakan sekolah tersebut. Proses pendidikan
disekolah yang merupakan implementasi kurikulum itulah yang disebut dengan
kurikulum tak resmi.
Dalam konteks kurikulum mikro,
proses pengembangan itu dapat digambarkan dalam bagian sebagai berikut:
Bagan diatas memberi penjelasan
tentang proses pengembangan kurikulum. Proses tersebut dimulai dari memikirkan
tentang bentuk pribadi yang ingin dibentuk melalui pendidikan. Pertanyaan yang
dapat dijadikan panduan dalam memikirkan hal ini adalah orang yang memiliki
ciri-ciri pribadi yang bangaimana yang ingin dibentuk melalui pelaksanaan
pendidikan? Pertanyaan semacam ini adalah acuan filosofis untuk merumuskan
tujuan. Tujuan yang dirumuskan dengan mengacu pada filosofi yang dijadikan
pegangan ini selanjutnya dijadikan panduan dalam merumuskan bentuk-bentuk
kesempatan belajar disiapkan melalui kurikulum.
Dengan menyesuaikan pemikiran
tersebut dengan kondisi dan tatanan sekolah yang berkepentingan, selanjutnya
dirumuskan tujuan-tujuan kurikulum dan tujuan pengajaran. Perumusan tujuan itu
memperhitungkan atau mempertimbangkan kekuatan-kekuatan eksternal, yang
meliputi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan undang-undang dan peraturan
yang berlaku, hasil-hasil penelitian dan pengetahuan profesional dalam disiplin
ilmu yang terkait. Disamping itu, tujuan tersebut dirumuskan berlandaskan
asas-asas kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan siswa.
Tujuan-tujuan yang dirumuskan itu
menuntun kepada penentuan desain kurikulum, dan bentuk-bentuk pengajaran yang
dianggap terbaik untuk dilaksanakan, serta proses untuk mengevalusai kurikulum
itu. Baik rancang bangun kurikulum, proses pengajaran, maupun evaluasinya dapat
digunakan untuk memperkirakan tentang kemajuan-kemajuan yang diharapkan dari
siswa yang mengikuti pendidikan disekolah yang bersangkutan.
Perlu menjadi catatan bagi penyusun
kurikulum, bahwa pada adasrnya bentuk kurikulum apa pun yang kita hasilkan,
secara konseptual mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jadi, bentuk kurikulum
yang bagaimana yang ingin dikembangkan adalah soal pilihan semata atau semacam
hipotesis. Hipotesis ini akan diuji dalam praktek yakni dalam implementasinya.
Apakah hasilnya benar-benar dapat menjawab tantangna atau memenuhi kebutuhan
masyarakat, akan dapat terlihat setelah kurikulum itu dilaksanakan. Dengan
mempedulikan hal-hal yang sepatutnya diperhitungkan dalam pengembangan
kurikulum, diharapkan akan dihasilkan suatu kurikulum mikro yang dipandang
paling sesuai untuk dilaksanakan disekolah yang bersangkutan. Konsep-konsep
tentang pengembangan kurikulum seperti dijelaskan diatas, diharapkan dapat
memandu kearah menghasilkan kurikulum yang diharapkan lebih mendekati
kesesuaiannya dengan kebutuhan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Landasan pengembangan kurikulum
dapat diartikan sebagai suatu gagasan, asumsi, prinsip yang menjadi sandaran
atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Landasan pengembangan kurikulum
tersebut adalah:
1. Landasan
filosofis
2. Landasan
yuridis
3. Landasan
konseptual
Filsafat memegang peranan penting
dalam pengembangan kurikulum.
Landasan yuridis adalah landasan
hukum atau landasan undang-undang yang dijadikan tempat berpijak atau dasar
dari pengembangan kurikulum.
Landasan konseptual adalah landasan
yang identik dengan asumsi yaitu suatu gagasan, kepercayaan,prinsip, pendapat
atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam
rangka berfikir atau dalam bertindak.
B.
Saran
Akhirnya selesai makalah saya yang
membahas tentang landasan pengembangan kurikulum. Sungguh, masih banyak
kekurangan yang harus saya perbaiki dalam penyusunan makalah ini. Apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf, kritik dan saran dari
pembaca akan saya terima, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Suraya-atika.blogspot.co.id/2015/01/landasan-pengembangan-kurikulum.html.
Ifasyifasyarifah14.blogspot.com/2013/03/landasan-pengembangan-kurikulum.html.
Safardanial21.blogspot.co.id/2015/05/landasan-yuridis-pengembangan-kurikulum.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar