Senin, 08 April 2019

MAKALAH LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


MATA KULIAH                                                                   DOSEN PEMBIMBING     
Telaah kurikulum PAI                                                          Baktiar Nasution.MPDI

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


Disusun Oleh:
Ririn Pratiwi
Nimko:
1216.15.1373

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PEKANBARU
2017

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. 3
BAB I. 4
PENDAHULUAN.. 4
A.     Latar Belakang. 4
B.     Rumusan Masalah. 4
C.     Tujuan. 4
BAB II. 5
PEMBAHASAN.. 5
A.     Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum.. 5
B.     Landasan Filosofis. 6
C.     Landasan yuridis. 8
D.     Landasan Konseptual 13
BAB III. 17
PENUTUP. 17
A.     Kesimpulan. 17
B.     Saran. 17
DAFTAR PUSTAKA.. 18











KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum wr.wb
            Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat kasih sayangnya saya dapat menyelesaikan makalah Telaah Kurikulum PAI yang bertemakan landasan pengembangan kurikulum ini tepat pada waktunya. Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui apa saja landasan pengembangan kurikulum.
            Saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah membantu saya untuk menyelesaikan makalah ini, akan tetapi saya menyadari bahwa makalah ini tentu tidak sempurna. Untuk itu saya senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun para pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamuallaikum wr.wb

                                                                        Pekanbaru, 12 Oktober 2017

                                                                                    Penulis









BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum didalam pendidikan dan dalam perkembangan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
            Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal. Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran serta lebih efektif dan efisien.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa itu landasan pengembangan kurikulum?
2.      Apa itu landasan filosofis?
3.      Apa itu landasan yuridis?
4.      Apa itu landasan konseptual?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui landasan pengembangan kurikulum.
2.      Untuk mengetahui landasan filosofis.
3.      Untuk mnegetahui landasan yuridis.
4.      Untuk mengetahui landasan konseptual.




BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum

            Hornby mengatakan bahwa landasan itu adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.
            Menurut soedijarto, kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan.
            Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, asumsi, orinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.[1]
            Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan penting yang sangat signifikan, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.[2]





B.     Landasan Filosofis

            Filsafat berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu dari kata philos dan sophia. Philos artinya cinta yang mendalam dan sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Secara populer filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu.
            Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam filsafat pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat seperti: perenialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), dibawah ini diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitanya dengan pengembangan kurikulum, yaitu:
a.       Perenialisme: lebih menekankan pada keabadian, keidealian, kebenaran dan keindahan dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b.      Essensialisme: lebih menekankan  pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada pesrta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup dimasyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesianlisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c.       Eksistensialisme: lebih menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna, untuk memahami kehidupan seseorang ataupun memahami dirinya sendiri.
d.      Progresivisme: menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada pesrta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme meruoakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.       Rekonstruktivisme: merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstrukivisme lebiha jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan proses.
                        Aliran filsafat perenialisme, essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan model kurikulum subjek akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan model kurikulum pendidikan pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan model kurikulum interaksional.
                        Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara khususnya diindonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum dengan menitikberatkan pada filsafat rekontruktivisme.

C.    Landasan yuridis

            Landasan yuridis adalah landasan hukum atau landasan undang-undang yang dijadikan tempat berpijak atau dasar dari pengembangan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, kalau kita berbicara tentang landasan hukum, maka kita berbicara tentang undang-undang yang dijadikan acuan pokok untuk untuk pengembangan kurikulum tersebut. Dibawah ini tercantum bebrapa landasan yuridis kurikulum pendidikan sebagai berikut:
1.      Undang-undang dasar republik indonesia tahun 1945
2.      Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
3.      Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
            Landasan yuridis pengembangan kurikulum, peraturan undang-undang nomor 32 tahun 2013. Landasan yuridis pengembangan kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 32 tahun 2013 tentang standar nasional pendidikan (SNP) sebagai berikut:
1.      Pasal 2 ayat 1: lingkup standar nasional pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilian pendidikan.
2.      Pasal 2 ayat 1A: standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3.      Pasal 2 ayat 2: untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
4.      Pasal 2 ayat 3: standar nasional pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
5.      Pasal 2A: standar kompetensi lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
6.      Pasal 64: penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik untuk memantau prosoes, kemajuan belajar dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
7.      Pasal 67: pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan jalur nonformal kesetaraan.
            Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 55 tahun 2007. Pendidikan keagamaan, sebagai berikut:
1.      Pasal 8
a.       Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu agama
b.      Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilaibajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan berakhlak mulia.



2.      Pasal 9
a.       Pendidikan keagamaan meliputi pendidikan keagamaan islam, kristen, katolik, hindu, budha, dan khonghucu.
b.      Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
c.       Pengelolaan pendidikan keagamaan dilakukan oleh menteri agama.
3.      Pasal 10
a.       Pendidikan keagamaan menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama.
b.      Pendidikan ilmu yang bersumber dari ajaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum/keterampilan terutama bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik pindah pada jenjang yang sama atau melanjutkan penyelenggaraan ke pendidikan umum atau yang lainnya pada jenjang berikutnya.
4.      Pasal 11
a.       Peserta didik pada pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang terakreditasi berhak pindah ke tingkat yang setara disekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat setelah memenuhi persyaratan.
b.      Hasil pendidikan keagamaan nonformal atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil pendidikan formal keagamaan/umum/kejuruan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
c.       Peserta didik pendidikan keagamaan formal, nonformal, dan informal yang memperoleh ijazah sederajat pendidikan formal umum/kejuruan dapat melanjutkan kejenjang berikutnya pada pendidikan keagamaan atau pendidikan yang lainnya.
5.      Pasal 12
a.       Pemerintah atau pemerintah daerah memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan.
b.      Pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
c.       Pemerintah atau lembaga mandiri yang berwenang, melakukan akreditasi atas pendidikan keagamaan untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai standar nasional pendidikan.
d.      Akreditasi atas pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilaksanakan setelah memperoleh pertimbangan dari menteri agama.
6.      Pasal 13
a.       Pendidikan keagamaan dapat berbentuk satuan atau program pendidikan.
b.      Pendidikan keagamaan dapat didirikan oleh pemerintah, pemrintah daerah atau masyarakat.
c.       Pendirian satuan pendidikan keagamaan wajib memperoleh izin dari menteri agama atau pejabat yang ditunjuk.
d.      Syarat pendirian satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 terdiri atas: isi pendidikan/kurikulum, jumlah kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan, sistem evaluasi, dan manajemen dan proses pendidikan.
e.       Ketentuan lebih lanjut tentang syarat-syarat pendirian satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri agama dengan berpedoman pada ketentuan standar nasional pendidikan.
f.       Pendidikan keagamaan jalur nonformal yang tidak berbentuk satuan pendidikan yang memiliki peserta didik 15 orang atau lebih merupakan program pendidikan yang wajib mendaftarkan diri kepada kantor departemen agama kabupaten/kota.
Pendidikan keagamaan islam:
7.      Pasal 14
a.       Pendidikan keagamaan islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren.
b.      Pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
c.       Pesantren dapat menyelenggarakan satu atau berbagai satuan atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal.[3]



D.    Landasan Konseptual

            Landasan konseptual adalah landasan yang identik dengan asumsi yaitu suatu gagasan, kepercayaan,prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berfikir atau dalam bertindak.
            Pengembangan kurikulum disekolah dapat dipandang sebagai suatu model perencana kurikulum mikro. Hal ini menggunakan landasan-landasan konseptual seperti halnya yang digunakan dalam penyusunan kurikulum makro. Secara umum, konsep yang berhubungan dengan pengembangan kurikulum dapat ditelusuri dari proses pengembangannya itu sendiri. Sekaitan dengan hal ini kita berpegang pada suatu konsep, bahwa pada mulanya kurikulum merupakan ide si perancang tentang bentuk penyelenggaraan pendidikan disekolah (stenhouse, 1976). Ide yang ada dalam pikiran itu dikomunikasikan dengan cara menuangkannya dalam rencana tertulis, untuk dijadikan pegangan dalam praktek pendidikan disekolah. Itu sebabnya, dalam praktek pendidikan seringkali muncul hasil yang nyata pada diri siswa, yaitu pengalaman belajar yang diperoleh, meskipun tidak tercantum dalam perencanaan secara tertulis. Hasil belajar semacam ini disebut dengan kurikulum tersembunyi (taba 1962, taba 1972). Konsep umum tentang pengembangan kurikulum ini dapat digambarkan dalam model sebagai berikut:
 



Kurikulum                                             Kurikulum
ideal                                                       tersembunyi                                          



                                   
            Gambar : Model rekayasa kurikulum
Pada gambar diatas terlihat bahwa proses pengembangan kurikulum dimulai dari proses memikirkan berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan disekolah (ide) yang ada didalam pikiran sipengembang. Ide itu dapat didasarkan atas hasil pemikiran semata atau dapat pula didasarkan atas hasil-hasil penelitian. Dalam konteks pengembangan kurikulum mikro, disamping hasil pemikiran atau hasil penelitian juga berpijak pada kurikulum resmi yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Selanjutnya ide-ide itu dituangkan dalam rencana tertulis atau kurikulum resmi. Dalam konteks kurikulum makro, kurikulum resmi ini adalah buku kurikulum yang akan dipakai oleh seluruh sekolah yang ada diseluruh wilayah nusantara. Dalam konteks kurikulum mikro, kurikulum resmi yang dimaksudkan disiniadalah kurikulum sekolah atau kurikulum bidang studi yang direncanakan dan dilaksanakan sekolah tersebut. Proses pendidikan disekolah yang merupakan implementasi kurikulum itulah yang disebut dengan kurikulum tak resmi.
            Dalam konteks kurikulum mikro, proses pengembangan itu dapat digambarkan dalam bagian sebagai berikut:
                                                                                   
            Bagan diatas memberi penjelasan tentang proses pengembangan kurikulum. Proses tersebut dimulai dari memikirkan tentang bentuk pribadi yang ingin dibentuk melalui pendidikan. Pertanyaan yang dapat dijadikan panduan dalam memikirkan hal ini adalah orang yang memiliki ciri-ciri pribadi yang bangaimana yang ingin dibentuk melalui pelaksanaan pendidikan? Pertanyaan semacam ini adalah acuan filosofis untuk merumuskan tujuan. Tujuan yang dirumuskan dengan mengacu pada filosofi yang dijadikan pegangan ini selanjutnya dijadikan panduan dalam merumuskan bentuk-bentuk kesempatan belajar disiapkan melalui kurikulum.
            Dengan menyesuaikan pemikiran tersebut dengan kondisi dan tatanan sekolah yang berkepentingan, selanjutnya dirumuskan tujuan-tujuan kurikulum dan tujuan pengajaran. Perumusan tujuan itu memperhitungkan atau mempertimbangkan kekuatan-kekuatan eksternal, yang meliputi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku, hasil-hasil penelitian dan pengetahuan profesional dalam disiplin ilmu yang terkait. Disamping itu, tujuan tersebut dirumuskan berlandaskan asas-asas kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan siswa.
            Tujuan-tujuan yang dirumuskan itu menuntun kepada penentuan desain kurikulum, dan bentuk-bentuk pengajaran yang dianggap terbaik untuk dilaksanakan, serta proses untuk mengevalusai kurikulum itu. Baik rancang bangun kurikulum, proses pengajaran, maupun evaluasinya dapat digunakan untuk memperkirakan tentang kemajuan-kemajuan yang diharapkan dari siswa yang mengikuti pendidikan disekolah yang bersangkutan.
            Perlu menjadi catatan bagi penyusun kurikulum, bahwa pada adasrnya bentuk kurikulum apa pun yang kita hasilkan, secara konseptual mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jadi, bentuk kurikulum yang bagaimana yang ingin dikembangkan adalah soal pilihan semata atau semacam hipotesis. Hipotesis ini akan diuji dalam praktek yakni dalam implementasinya. Apakah hasilnya benar-benar dapat menjawab tantangna atau memenuhi kebutuhan masyarakat, akan dapat terlihat setelah kurikulum itu dilaksanakan. Dengan mempedulikan hal-hal yang sepatutnya diperhitungkan dalam pengembangan kurikulum, diharapkan akan dihasilkan suatu kurikulum mikro yang dipandang paling sesuai untuk dilaksanakan disekolah yang bersangkutan. Konsep-konsep tentang pengembangan kurikulum seperti dijelaskan diatas, diharapkan dapat memandu kearah menghasilkan kurikulum yang diharapkan lebih mendekati kesesuaiannya dengan kebutuhan masyarakat.


















BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, asumsi, prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
            Landasan pengembangan kurikulum tersebut adalah:
1.      Landasan filosofis
2.      Landasan yuridis
3.      Landasan konseptual
            Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum.
            Landasan yuridis adalah landasan hukum atau landasan undang-undang yang dijadikan tempat berpijak atau dasar dari pengembangan kurikulum.
            Landasan konseptual adalah landasan yang identik dengan asumsi yaitu suatu gagasan, kepercayaan,prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berfikir atau dalam bertindak.

B.     Saran

            Akhirnya selesai makalah saya yang membahas tentang landasan pengembangan kurikulum. Sungguh, masih banyak kekurangan yang harus saya perbaiki dalam penyusunan makalah ini. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf, kritik dan saran dari pembaca akan saya terima, terimakasih.






DAFTAR PUSTAKA

Suraya-atika.blogspot.co.id/2015/01/landasan-pengembangan-kurikulum.html.

Ifasyifasyarifah14.blogspot.com/2013/03/landasan-pengembangan-kurikulum.html.

Safardanial21.blogspot.co.id/2015/05/landasan-yuridis-pengembangan-kurikulum.html.



            [1] Suraya-atika.blogspot.co.id/2015/01/landasan-pengembangan-kurikulum.html.
            [2] Ifasyifasyarifah14.blogspot.com/2013/03/landasan-pengembangan-kurikulum.html.
            [3] Safardanial21.blogspot.co.id/2015/05/landasan-yuridis-pengembangan-kurikulum.html.


Tidak ada komentar: