Senin, 13 November 2017

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN KONSTEKTUAL



MATA KULIAH                                                                 DOSEN PEMBIMBING
STRATEGI PEMBELAJARAN ALQUR`AN HADITS              HALIMAH, MA



MAKALAH
Model Pembelajaran Kontekstual

Disusun oleh:
HAYATUN SAKINAH
NIM:
WIRDATUL FITRI
NIM : 1216.16.200.1634


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM PEKANBARU
1439 H/ 2017 M



KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga tugas makalah   ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat pada waktunya. Selanjutnya sholawat dan salam saya kirimkan kepada nabi besar Muhammad SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Ucapan terima kasih saya berikan kepada bapak dosen Halimah, MA. Selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi Pembelajaran Alqur`an Hadits yang telah memberikan ilmu serta arahan pada tugas makalah ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih saya berikan kepada teman-teman yang telah mau bekerja sama dan memberikan bantuannya terhadap tugas ini, tanpa mereka makalah ini juga tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya. Harapan saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya serta dapat menambah pengetahuan dan pemahaman pada pembahasan makalah ini. Aamiin.
Tentunya masih banyak kesalahan pada tugas makalah ini yang mungkin saya tidak sadari, oleh karena itu kritik dan saran bagi pembaca sangat saya harapkan guna perbaikan tugas makalah-makalah selanjutnya.



Pekanbaru,10 Novmber 2017

Penyusun

 


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.. 2
DAFTAR ISI. 3
BAB I. 4
PENDAHULUAN.. 4
A.   Latar belakang. 4
B.    Rumusan masalah. 4
C.    Tujuan. 4
BAB II. 5
PEMBAHASAN.. 5
A.   Pengertian model pembelajaran kontekstual 5
B.    Konsep dasar pembelajaran kontekstual 6
C.    Skenario pembelajaran kontekstual 7
D.   Asas-asas pembelajaran kontekstual 8
E.Asas-asas pembelajaran kontekstual…………………………………..……………………..11 
BAB III. 12
PENUTUP.. 12
A.   Kesimpulan. 12
B.    Saran. 12
DAFTAR PUSTAKA.. 13





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) ada beberapa hal yang sebenarnya menjadi substantif dan terkadang menjadi permasalahan yang tidak disadari oleh setiap guru atau pendidik dalam proses pembelajaran. Seperti halnya, guru yang sedang mengajar, belum tentu diikuti dengan kegiatan belajar oleh siswanya. Siswa yang belajar terkadang tidak paham meskipun telah hafal. Begitu juga dengan siswa yang paham, belum tentu dapat mempraktekkan pengetahuan atau hafalannya tersebut kedalam kehidupan nyata. Maka dari itu, yang menjadi pokok pembahasan pada makalah ini adalah bagaimana seorang guru dapat/mampu menerapkan strategi pembelajaran yang dapat menjadi alternatif dari permasalahan tersebut.
Permasalahan terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan dalam realita yang ada. Hal ini dikarenakan cara mereka memperoleh dan mengolah informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran kontekstual?
2.      Apa konsep dasar pembelajaran kontekstual?
3.      Apa scenario pembelajaran kontekstual?
4.      Apa asas-asas pembelajaran kontekstual?
5.      Apa saja model-model pembelajaran kontekstual?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui maksud dari model pembelajaran kontekstual.
2.      Mengetahui konsep dasar pembelajaran kontekstual.
3.      Mengetahui scenario pembelajaran kontekstual.
4.      Mengetahui asas-asas pembelajaran kontekstual.
5.      Mengetahui model-model pembelajaran kontekstual.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual (contextual teaching and learning)
Elaine B. Johson (Riwayat, 2008) mengatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola–pola yang mewujudkan makna.Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari–hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa mempelajari konsep sekaligus  menerapkan dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata.[1]
Sejauh ini, pembelajaran masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai fakta untuk dihafal. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman  belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan permasalahan–permasalahan actual yang terjadi dilingkungannya. Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topic pembelajaran dengan kehidupan nyata.
Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan sangat dirasakan dibutuhkan oleh setiap siwa karena apa yang dipelajari dapat dirasakan langsung manfaatnya. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa berkerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih penting daripada hasil.Dalam kelas kontekstual tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada member informasi. Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru dalam kelas dengan model pembelajaran kontekstual ini.[2]
B.     Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat ( Nurhadi: 2002).[3]
Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri ( learning to do), dan bahkan sekadar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakana, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dari segi fisik), akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari disekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi dilingkungannya (keluarga dan masyarakat).
Howey R, Keneth, (2001) mendefinisikan CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri–sendiri ataupun besama–sama. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses. Ciri khas CTL ditandai oleh tujuh komponen utama yaitu: 1) constructivism; 2) inquiry; 3) Questioning; 4) Learning Community; 5) modelling; 6) Reflection; 7) Authentic Assesment. Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/ scenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat control dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah–langkah sebagai berikut:
a.       Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara berkerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
b.      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
c.       Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan – pertanyaan.
d.      Menciptakan masyarakat belajar, seperti kegiatan kelompok berdiskusi, Tanya jawab, dan lain sebagainya.
e.       Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f.       Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
g.      Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
C.    Skenario Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk scenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam proses tersebut harus tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam kegiatan belajar–mengajar di kelas. Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar antara format program pembelajaran konvensional seperti yang dilakukan oleh guru–guru selama ini. Adapun yang membedakannya terletak pada penekanannya, dimana pada model konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sementara program pembelajaran CTL lebih menekankan pada scenario pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap demi tahap yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya;
a.       Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar; materi pokok, dan indicator pencapaian hasil belajar.
b.      Rumuskan dengan jelas tujan umum pembelajarannya.
c.       Uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
d.      Rumuskan scenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam melakukan proses pembelajaran.
e.       Rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada kemampuan yang sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat berlangsungnya proses maupun setelah siwa tersebut selesai belajar.[4]
D.    Asas–Asas  Pembelajaran Kontekstual
CTL sebagai pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas–asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkali asas ini disebut dengan komponen–komponen CTL yaitu:
1.      Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut kontruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi akan dikontruksi oleh dua factor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasikan objek tersebut. Kedua factor tersebut itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.
Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkontruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman yang nyata. Pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberi asumsi yang mendasarinya itulah, maka penerapan asas kontruktivisme dalam pembelajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu mengkontruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman yang nyata.
2.      Inkuiri
Asas kedua dalam pebelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus difahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalu beberapa langkah yaitu:
a.       Merumuskan masalah
b.      Mengajukan hipotesis
c.       Mengumpulkan data
d.      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
e.       Membuat kesimpulan
Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah.Jika masalah telah dipahami dengan batasan–batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan.
3.      Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab peratanyaan.Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam proses melalui pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangatlah penting, sebab melalui pertanyaan–pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a.       Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
b.      Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c.       Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d.      Memfokuskan siswa pada sesuatu yang yan iinginkan.
e.       Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4.      Masyarakat Belajar ( learning community)
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.Siswa dibagi dalam berkelompok–kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.  Biarkan dalam kelompok belajarnya mereka saling membelajarkan, yang cepat membantu yang lambat dan yang memiliki kemampuan didorong untuk menularkannya pada yang lain.[5]
Dalam hal tertentu guru dapat mengundang orang–orang yang dianggap memiliki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa.Misalnya, dokter untuk memberikan atau membahas masalah kesehatan, para petani, dan lain–lain.Demikianlah masyarakat belajar.Setiap orang bisa terlibat, bisa saling membelajarkan, bertukar informasi, dan bertukar pengalaman.
5.      Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas pemodelan ini adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat music, dal lain sebagainya.
Proses pemodelan ini tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan. Misalkan siswa yan pernah mendapat juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya didepan teman–temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model.
6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara menguraikan kembali kejadian–kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam proses pembelajaran menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apayang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamanya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan  pengalaman belajarnya
7.      Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek.
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegerasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus–menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan hasil belajar.[6]
E.     Model–Model Pembelajaran Kontekstual
Ada banyak model pembelajaran kontekstualdiantaranya: Model Examples Non-examples, Model Picture and Picture, Student Team-Archievement Division (STAD), Time Token, Demonstration dan Mind Mapping. Tapi, penulis hanyaakan menguraikan satu model dari model-model diatas, yaitu:
Mind Mapping
1.      Guru menyampaikan KD yang hendak dicapai.
2.      Guru mengemukakan konsep atau masalah yang akan ditanggapi oleh siswa (guru memberikan wacana yang bisa didiskusikan).
3.      Guru membentuk kelompok (2-3 orang).
4.      Tiap kelompok menginventarisasikan atau mencatat hasil dari diskusinya.
5.      Tiap kelompok membaca hasil diskusi, dan guru menulis jawaban murid di papan tulis sesuai kebutuhan guru.
6.      Sisiwa diminta membuat kesimpulan atau guru memberikan peerbandingan.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata.Model ini mendorong pelajar membuat hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari – hari sebagai anggota masyarakat dan keluarga. Ada tujuh komponen dalam pembelajaran kontekstual ini yakni: konstruktivisme, bertanya, inquiry, komunitas belajar, pemodelan dan penialaian yang sebenarnya.
Dari isi makalah diatas dapat diambil beberapa kesimpulan yang membedakan antara pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional yaitu:
1.      CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan cara menemukan sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi yang bersifat pasif.
2.      Dalam CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, sedangkan dalam pemebelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individu.
3.      Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata, sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat abstrak dan teoritis
4.      Dalam CTL, kemampuan didasarkan pengalaman sedangkan pada pembelajaran konvensional pembelajaran diperoleh melalui latihan–latihan.
Beberapa perbedaan pokok diatas menggambarkan bahwa CTL memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun dari proses pelaksanaannya dan pengelolahannya.
B.     Saran
            Penulis menyadari jika dalam tulisan ini masih banyak kekurangan.Karena itu penulis berharap masukan dan saran yang membangun agar sempurnanya makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. Model–model, Media, dan Strategi pembelajaran kontekstual (inovatif).Bandung: Yrama Widya, 2013
Rusman.Model–model pembelajaran: mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: PT Raja Grafindo,
Sanjaya, wina. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana, 2010



[1] Dr.rusman, M.Pd. model – model pembelajaran:mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta, PT.Raja Grafindo persada.2012,hal:187
[2]Zainal aqib. Model – model, Media, dan strategi pembelajaran kontekstual (inovatif). 2013. Bandung: Yrama Widya,hal.1
[3] Op.cit. Rusman,hal.189
[4] Op.cit. Zainal Aliq,hal.8
[5] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.pd. strategi pembelajaran berorientasi standar proses penddikan. 2010. Jakarta:Kencana. Hal,267.
[6] Op. Cit. Wina Sanjaya,hal.269

Tidak ada komentar: