MAKALAH BIMBINGAN KONSELING
KONSELING SEBAGAI HUBUNGAN MEMBANTU
KONSELING SEBAGAI HUBUNGAN MEMBANTU
DOSEN PEMBIMBING
BASORI M.Pd.I
BASORI M.Pd.I
HAYATUN SAKINAH
NIMKO : 1216.15.1369
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PEKANBARU
2017
DAFTAR ISI
Alhamdulillah
Kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang mana dengan Taufiq dan
Hidayah serta Inayah-Nya,saya dapat
menyelesaikan makalah sederhana ini.
Semoga
shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw dan seluruh keluarganya, para
sahabat,tabi’in,dan tabi’it-tabi’in, serta para pengikut setia Beliau hingga
akhir zaman.
Makalah
ini membahas tentang “Konseling Sebagai Hubungan Membantu” yang dirangkum
dari beberapa sumber, dengan maksud agar memudahkan Mahasiswa dalam mempelajari
materi perkuliahan.
Semoga
dengan tersusunnya makalah ini, bisa dijadikan sebagai pelajaran dan bermanfaat
untuk kita semua, amin.
Pekanbaru, 2 Februari 2017
Hayatun Sakinah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
lingkungan masyarakat tumbuh kebutuhannya yang meningkat akan adanya tenaga
bimbingan konseling, atau tenaga yang mampu mengembangkan keterampilan, dan
hubungan antar orang pada umumnya. Tenaga konselor ini diperlukan di berbagai
lingkungan, seperti di sekolah, di lingkungan industri, dan lain-lain. keterampilan
konselor ini dapat dimanfaatkan di berbagai wilayah kerja yang berbeda
tersebut. Memang cukup luas cakupan dari tugas seorang konselor. Konselor harus
memiliki pengalaman yang luas dan lebih tanggap dengan situasi apapun.
Konseling pada dasarnya merupakan suatu
hubungan membantu (helping relationship) yang professional. Beberapa contoh
hubungan yang profesional antara lain: dokter dan pasien, pekerja sosial dan
masyarakat, pengacara dan klien, guru dan siswa. Sekalipun sama-sama hubungan
profesional, tetapi masing-masing hubungan ini memiliki karakteristik
tersendiri. Demikian pula hubungan konseling berbeda dengan pola hubungan yang
lain.
Pada dasarnya hubungan konselor dengan klien
pada proses konseling merupakan hubungan pemberian bantuan yang bersifat
profesional dan memiliki keunikan tersendiri. Professional dalam hal ini
dikarenakan didasarkan pada pengetahuan khas, menerapkan suatu teknik
intelektual dalam suatu pertemuan khusus dengan orang lain (klien) agar klien tersebut
dapat efektif menghadapi dilema, pertentangan-pertentangan atau konflik yang
terjadi dalam dirinya. Keunikan ini tercermin pada kekhususan karakteristik
yang terjadi antara konselor dan klien. Kekhususan ini dapat dilihat dari
sasaran yang dibantu oleh konselor, metode hubunganya dan masalah yang dihadapi
oleh klien.
Sebelum kita membahas lebih lanjut beberapa
karakteristik khusus mengenai hubungan membantu dalam konseling maka
perlu kita pahami terlebih dahulu pengertian secara umum tentang hubungan
membantu yang akan kita bahas pada bab selanjutnya.
B. Rumusan masalah
2. Bagaimana karakteristik hubungan
konseling?
3. Bagaimana cara dalam membangun
hubungan konseling?
4. Bagaimana langkah-langkah dalam
hubungan membantu?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bimbingan, konseling dan hubungan
membantu.
2. Untuk mengetahui karakteristik
hubungan konseling.
3. Untu mengetahui cara dalam membangun
hubungan konseling.
4. Untuk mengetahui langkah-langkah
dalam hubungan membantu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan, Konseling dan Hubungan Membantu
Bimbingan adalah proses membantu
individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan
kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.[1]
Konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau
tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras ,unik,
human(manusiawi), yang dilakukan dalam suasana keahlian dan didasarkan atas
norma-norma yang berlaku , agar klkien memperoleh konsep diri dan kepercayaan
diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada
masa yang akan datang.[2]
Di dunia
ini banyak kegiatan yang saling membantu, di antaranya adalah hubungan antara
dokter dan pasien, pekerja sosial dan masyarakat, pengacara dan klien, serta
guru dan siswa. Begitu pula dengan konseling. Konseling merupakan suatu
hubungan yang membantu (helping relationship) yang profesional. Masing-masing
hubungan tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri sekalipun mereka sama-sama
merupakan hubungan yang membantu.
Pada
dasarnya, hubungan antara konselor dan klien pada proses konseling merupakan
hubungan pemberian bantuan yang bersifat professional dan memiliki keunikan
sendiri. Profesional dalam hal ini dikarenakan didasarkan pada pengetahuan
khas, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus dengan
orang lain (klien) agar klien tersebut dapat lebih efektif menghadapi dilemma,
pertentangan-pertentangan atau konflik yang terjadi dalam dirinya. Keunikan ini
tercermin pada kekhususan karakteristik yang terjadi antara konselor dan klien.
Kekhususan ini dapat dilihat dari sasaran yang dibantu oleh konselor, metode
hubungannya dan masalah yang dihadapi oleh klien.
Selain
itu, menurut Cappuzi dan Gross (1991) dalam Sugiharto (2007) mengartikan bahwa
hubungan membantu merupakan beberapa individu bekerjasama untuk memecahkan apa
yang menjadi perhatiannya atau masalahnya dan membantu perkembangan dan pertumbuhan salah
seorang dari keduanya.
Sedangkan
George dan Cristiani (1982) dalam Latipun (2004) yang dikutip Sugiharto (2007)
mengemukakan bahwa pemeberian bantuan merupakan proses dinamis dan unik yang
dilakukan individu untuk membantu orang lain dengan menggunakan sumber-sumber
dalam (inner resources) agar tumbuh ke dalam arahan yang positif dan dapat
mengaktualisasikan potensi-potensinya untuk sebuah kehidupan yang bermakna.
Hubungan
konseling dan helping adalah hubugan dimana Anda menggunakan counseling skill
(keterampilan konseling) terutama secara tatap-muka untuk membantu klien dengan
cara, antara lain: membuatnya merasa didukung dan dipahami, membantunya
mengklarifikasi dan memperluas pemahamannya, mengembangkan dan
mengimplementasikan strategi untuk mengubah cara berpikir, bertindak, dan
merasakan sehingga klien dapat mencapai goals (tujuan-tujuan) yang
mengafirmasi-hidup.
Berdasarkan
uraian pendapat para ahli di atas, dapat ditarik simpulan bahwa konseling
sebagai hubungan yang membantu adalah proses pemberian bantuan dari seorang
konselor kepada individu yang bermasalah yaitu klien, sehingga klien terbantu
mengatasi segala permasalahan hidupnya dan dapat terbantu dalam hal aktualisasi
diri ke arah positif.
B. Karakteristik Hubungan Konseling
George dan
Cristiani (dalam Latipun, 2004:36-37) mengemukakan 6 karakteristik dinamika dan
keunikan hubungan konseling. Keenam karakteristik itu adalah :
1. Afeksi
Hubungan konselor dengan klien pada
dasarnya lebih sebagai hubungan afektif dari pada sebagai hubungan
kognitif. Hubungan yang afektif ini dapat menggurangi rasa kecemasan dan
ketakutan klien dan diharapkan hubungan konselor dengan klien lebih bersifat
produktif.
2. Intensitas
Hubungan antara konselor dan klien
ini diharapkan dapat saling terbuka terhadap persepsi masing-masing. Konselor
mengharapkan agar hubungan antara konselor dengan klien berlangsung mendalam
sesuai dengan perjalanan konseling.
3. Pertumbuhan dan perubahan
Hubungan antara konselor dank lien
bersifat dinamis artinya dari waktu ke waktu terus terjadi
peningkatan hubungan konselor dengan klien, pengalaman bagi klien, dan tangung
jawabnya.
4. Privasi
Pada dasarnya dalam hubungan
konseling perlu adanya keterbukaan klien. Keterbukaan klien bersifat
konfidental (rahasia). Konselor harus menjaga kerahasiaan masalah klien.
Perlindungan atau jaminan hubungan ini adalah unik dan akan meningkatkan
kemauan klien untuk membuka diri.
5. Dorongan
Dalam hubungan konseling konselor
juga perlu memberikan dorongan atas keinginan atas perubahan perilaku dan
memperbaiki keadaanya sendiri sekaligus memberikan motivasi untuk berani
mengambil risiko dari keputusannya.
6. Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas
kejujuran dan keterbukaan serta adannya komunikasi teraarah antara konselor
dengan klien. Dalam jalan ini tidak ada sandiwara dengan jalan menutupi
kelemahan atau menyatakan yang bukan sejatinya.
C. Cara Dalam Membangun Hubungan Konseling
Pada dasarnya,
hubungan antara konselor dan klien pada proses konseling merupakan hubungan
pemberian bantuan yang bersifat professional dan memiliki keunikan sendiri.
Profesional dalam hal ini dikarenakan didasarkan pada pengetahuan khas,
menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus dengan orang
lain (klien) agar klien tersebut dapat lebih efektif menghadapi dilema,
pertentangan-pertentangan atau konflik yang terjadi dalam dirinya. Adapun cara
dalam membangun hubungan konseling[3]
yaitu:
1.
Objektif/Subjektif
Cara untuk melihat hubungan adalah dari keseimbangan objektivitas dan subjektifitas (Oppenheimer 1954). Keseimbangan ini mengacu pada tingkat emosional dan hal-hal yang mempengaruhi intelektual dan elemen emosional. Objektivitas mengacu pada lebih kognitif, scientific dan generiknya suatu hubungan. Di mana klien dianggap sebagai obyek belajar atau sebagai bagian dari penderitaan manusia yang luas. Oleh karena itu, konselor akan memberikan pandangan kepada klien dan nilai-nilai tanpa penilaian pribadi. Arti perilaku konselor untuk klien adalah bahwa mereka merasa konselor menghormati pandangan mereka, tidak memaksakan gagasan-nya pada mereka, dan melihat masalah mereka rasional dan analitis. Mereka ingin konselor untuk terlibat secara emosional dan menjadi pribadi yang bersangkutan tentang mereka.
Cara untuk melihat hubungan adalah dari keseimbangan objektivitas dan subjektifitas (Oppenheimer 1954). Keseimbangan ini mengacu pada tingkat emosional dan hal-hal yang mempengaruhi intelektual dan elemen emosional. Objektivitas mengacu pada lebih kognitif, scientific dan generiknya suatu hubungan. Di mana klien dianggap sebagai obyek belajar atau sebagai bagian dari penderitaan manusia yang luas. Oleh karena itu, konselor akan memberikan pandangan kepada klien dan nilai-nilai tanpa penilaian pribadi. Arti perilaku konselor untuk klien adalah bahwa mereka merasa konselor menghormati pandangan mereka, tidak memaksakan gagasan-nya pada mereka, dan melihat masalah mereka rasional dan analitis. Mereka ingin konselor untuk terlibat secara emosional dan menjadi pribadi yang bersangkutan tentang mereka.
Elemen
subjektif dimaksudkan adalah sikap kehangatan dan psikologis kedekatan serta
keterkaitan yang mendalam pada masalah klien. Perilaku ini sering digambarkan
sebagai kepedulian. Sebaliknya, beberapa klien menganggap keterlibatan konselor
sebagai ancaman, karena mereka adalah “mengirimkan” untuk kontrol atau
“mengungkapkan” diri orang lain. Seorang klien melihat konselor, sebagai
seorang ibu yang penuh kasih sayang atas kebutuhan klien tersebut. Sifat
interaksi emosional tampaknya menjadi variabel kunci yang menentukan kualitas
hubungan, atau pertemuan. Dalam konseling objektivitas dan subjektivitas
haruslah harmonis, di mana konselor mengoperasikan dua posisi dan menggabungkan
kedua elemen tersebut. Objektivitas diperlukan dalam mendiagnosa, sementara subjektivitas
diperlukan dalam membangun suasana/iklim konseling itu sendiri.
2.
Kognitif/Afektif
Elemen hubungan kognitif mengacu kepada intelektualitas seperti bertukar informasi. Sedangkan unsur-unsur afektif mengacu pada ekspresi perasaan dan perubahan, konselor harus tahu kapan untuk mendorong pengujian rasional pada klien dan interpretasi masalah klien dan kapan harus mendorong eksplorasi perasaan dan hubungan ide-ide mereka. Menurut Grater (1964) klien memilih konselor yang mempunyai karakter kognitif dan afektif.
Elemen hubungan kognitif mengacu kepada intelektualitas seperti bertukar informasi. Sedangkan unsur-unsur afektif mengacu pada ekspresi perasaan dan perubahan, konselor harus tahu kapan untuk mendorong pengujian rasional pada klien dan interpretasi masalah klien dan kapan harus mendorong eksplorasi perasaan dan hubungan ide-ide mereka. Menurut Grater (1964) klien memilih konselor yang mempunyai karakter kognitif dan afektif.
3.
Ambiguitas/kejelasan
Bordin (1955), menyatakan ambiguitas merupakan karakteristik dari suatu situasi stimulus di mana orang-orang merespon secara berbeda dan tidak ada respon yang jelas ditunjukkan. Hubungan konseling adalah kabur dan ambigu untuk klien. Ambiguitas melayani fungsi yang memungkinkan klien untuk proyek perasaan ke dalam situasi konseling. Proses memproyeksikan perasaan klien bantu untuk menjadi sadar dan peduli tentang perasaan mereka, sehingga memungkinkan konselor untuk mengetahui dan berurusan dengan mereka melalui memperjelas teknik konseling. Terlalu banyak ambiguitas pada klien menyebabkan keanehan dalam berhubungan di mana klien harusnya merasa aman dan terstruktur dalam hubungannya.
Ada beberapa kebingungan dalam hubungan jika konselor terlalu menjelaskan kepribadian kepada klien atau menjadi terlalu akrab dengan klien. Misalnya, konselor berperilaku lebih seperti seorang teman dibanding seorang konselor. Jika konselor terlalu ramah dengan klien dalam arti bahwa mereka membiarkan diri mereka dikenal terlalu dini serta-digambarkan kepribadian,konselor akan menemukan bahwa mereka merasa terdorong untuk “bertindak sendiri” terlalu kuat dalam situasi wawancara. Jadi, wawancara mungkin didorong dalam arah pembicaraan sosial atau pertemanan yang intim. Isu ini merupakan kontroversial, karena ada beberapa literatur yang menekankan pada pentingnya seorang konselor untuk bersikap ramah dengan klien.
Bordin (1955), menyatakan ambiguitas merupakan karakteristik dari suatu situasi stimulus di mana orang-orang merespon secara berbeda dan tidak ada respon yang jelas ditunjukkan. Hubungan konseling adalah kabur dan ambigu untuk klien. Ambiguitas melayani fungsi yang memungkinkan klien untuk proyek perasaan ke dalam situasi konseling. Proses memproyeksikan perasaan klien bantu untuk menjadi sadar dan peduli tentang perasaan mereka, sehingga memungkinkan konselor untuk mengetahui dan berurusan dengan mereka melalui memperjelas teknik konseling. Terlalu banyak ambiguitas pada klien menyebabkan keanehan dalam berhubungan di mana klien harusnya merasa aman dan terstruktur dalam hubungannya.
Ada beberapa kebingungan dalam hubungan jika konselor terlalu menjelaskan kepribadian kepada klien atau menjadi terlalu akrab dengan klien. Misalnya, konselor berperilaku lebih seperti seorang teman dibanding seorang konselor. Jika konselor terlalu ramah dengan klien dalam arti bahwa mereka membiarkan diri mereka dikenal terlalu dini serta-digambarkan kepribadian,konselor akan menemukan bahwa mereka merasa terdorong untuk “bertindak sendiri” terlalu kuat dalam situasi wawancara. Jadi, wawancara mungkin didorong dalam arah pembicaraan sosial atau pertemanan yang intim. Isu ini merupakan kontroversial, karena ada beberapa literatur yang menekankan pada pentingnya seorang konselor untuk bersikap ramah dengan klien.
4.
Responsibel/akuntabel
Tanggung jawab atau menerima klien dalam hubungan konseling menyiratkan kesediaan pada akuntabilitas dari konselor untuk memikul beberapa tanggung jawab atas hasil konseling dan beberapa kesediaan untuk berbagi dalam masalah klien. Klien memiliki tanggung jawab juga, yang mereka menganggap sebagian besar itu adalah masalah mereka dan perilaku yang dipertaruhkan. Konselor berbeda dalam penafsiran mereka tentang tanggung jawab. Kami merasa bahwa konselor tidak bertanggung jawab untuk menjalankan hidup klien atau memilih nasihat. Bahwa klien bertanggung jawab untuk menetapkan tujuan konseling karena dia memiliki masalah. Konselor mempunyai lebih banyak pengaruh dari yang mereka sadari karena mereka mempunyai kekuasaan dan status sebagai penyembuh. Tanggung jawab konselor untuk masyarakat yang lebih luas dibahas pada bagian berikutnya pada etika.
Tanggung jawab atau menerima klien dalam hubungan konseling menyiratkan kesediaan pada akuntabilitas dari konselor untuk memikul beberapa tanggung jawab atas hasil konseling dan beberapa kesediaan untuk berbagi dalam masalah klien. Klien memiliki tanggung jawab juga, yang mereka menganggap sebagian besar itu adalah masalah mereka dan perilaku yang dipertaruhkan. Konselor berbeda dalam penafsiran mereka tentang tanggung jawab. Kami merasa bahwa konselor tidak bertanggung jawab untuk menjalankan hidup klien atau memilih nasihat. Bahwa klien bertanggung jawab untuk menetapkan tujuan konseling karena dia memiliki masalah. Konselor mempunyai lebih banyak pengaruh dari yang mereka sadari karena mereka mempunyai kekuasaan dan status sebagai penyembuh. Tanggung jawab konselor untuk masyarakat yang lebih luas dibahas pada bagian berikutnya pada etika.
D. Langkah-Langkah Dalam Hubungan Membantu
Untuk menjelaskan langkah-langkah
dalam hubungan membantu ini, Gerard Egan dalam Brammer (1998) mencontohkan
struktur tiga model berpengaruhnya, yaitu:
1.
langkah pertama, what’s going on? Membantu klien untuk memperjelas hal-hal
penting yang meminta perubahan.
2.
Langkah kedua, what solution can make sense for me? Membantu klien menentukan
hasil.
3.
Langkah ketiga, what do
I have to get what I need and I want? Membantu klien mengembangkan
strategi-strategi untuk memenuhi tujuan.
Gerard kemudian mengubahnya
menjadi:
1.
Membangun hubungan membantu dan
explorasi.
2.
Mengembangkan pemahaman baru dan
menalarkan perspektif berbeda.
3.
Tindakan- membantu klien untuk mengembangkan
dan menggunakan strategi.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Hubungan konseling dan helping adalah hubugan dimana Anda
menggunakan counseling skill (keterampilan konseling) terutama secara
tatap-muka untuk membantu klien dengan cara, antara lain: membuatnya merasa
didukung dan dipahami, membantunya mengklarifikasi dan memperluas pemahamannya,
mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk mengubah cara berpikir,
bertindak, dan merasakan sehingga klien dapat mencapai goals (tujuan-tujuan)
yang mengafirmasi-hidup.
Ada beberapa cara dalam membangun hubungan konseling yaitu:
1.
Objektif/Subjektif
2.
Kognitif/Afektif
3.
Ambiguitas/kejelasan
4.
Responsibel/akuntabel
Adapun langkah-langkah dalam
hubungan membantu, yang telah diubah Gerard yaitu:
1.
Membangun hubungan membantu dan
explorasi.
2.
Mengembangkan pemahaman baru dan
menalarkan perspektif berbeda.
3.
Tindakan- membantu klien untuk
mengembangkan dan menggunakan strategi.
B. Saran
Akhirnya selesailah
makalah saya yang membahas tentang konseling
sebagai hubungan membantu. Sungguh, masih banyak kekurangan yang harus saya
perbaiki dalam penyusunan makalah ini. Apabila terdapat kesalahan penulisan
saya mohon maaf, kritik dan saran dari pembaca akan saya tunggu. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Dewa Ketut
Sukardi . 2000. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : PT.Rineka
Cipta.
Umar dan Sartono. 2001.Bimbingan dan Penyuluhan .Bandung:CV.Pustaka
Setia.
06/ konseling-sebagai-helping-relationship.html.
Sani.2012.Counseling For Human
Being. http://counseling4human.blogspot.co.id/
2012/07/konseling-sebagai-hubungan-yang.html.
[2] Dewa Ketut
Sukardi . 2000. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : PT.Rineka
Cipta..hlm 22
[3] Fitria Osnela.
2013. Konsep Dasar Tentang Hubungan Membantu. http://www. flacaniago. com/2013/04/konsep-dasar-tentang-hubungan-membantu.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar