FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM IRWANDI, ME
MAKALAH
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Disusun oleh:
WIRDATUL
FITRI
NIM :
1216.16.200.1634
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PEKANBARU
1439 H/ 2017 M
1439 H/ 2017 M
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan
tepat pada waktunya. Selanjutnya sholawat dan salam saya kirimkan
kepada nabi besar Muhammad SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat
manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Ucapan terima kasih saya berikan kepada bapak dosen Irwandi, ME. Selaku dosen pengampu
mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam yang telah memberikan ilmu serta arahan pada tugas makalah ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih saya berikan kepada teman-teman yang telah
mau bekerja sama dan memberikan bantuannya terhadap tugas ini, tanpa mereka
makalah ini juga tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya. Harapan saya, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya serta dapat menambah pengetahuan dan pemahaman pada
pembahasan makalah ini. Aamiin.
Tentunya masih banyak kesalahan pada tugas makalah ini yang mungkin saya
tidak sadari, oleh karena itu kritik dan saran bagi pembaca sangat saya
harapkan guna perbaikan tugas makalah-makalah selanjutnya.
Pekanbaru, 06 Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan pada umumnya merupakan masalah yang tidak pernah selesai
(unfinished agenda), dimana pendidikan selalu menjadi pembicaraan yang hangat
dan tidak pernah memuaskan baik bagi negara miskin, berkembang maupun negara
yang sudah maju. Hal ini karena manusia secara fitrah menginginkan yang lebih
baik, teori pendidikan selalu ketinggalan oleh kebutuhan masyarakat,dan
berubahnya pengaruh pandangan hidup.
Dengan dasar fitrah manusia ingin lebih baik, teori pendidikan
mengikuti kebutuhan masyarakat dan pandangan hidup yang semakin berkembang,
maka pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari historis dan dasar yang menjadi
pijakan kehidupan manusia pada saat itu. Begitu pula dengan pendidikan Islam
sebagai bagian dari perkembangan agama Islam di dunia tidak melepaskan dari
perkembangan umat Islam dari masyarakat yang relatif sederhana menjadi
masyarakat Islam yang semakin komplek dan global.
PendidikanIslam pada hakikatnya merupakan aktivitas
pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk
mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam di
Indonesia dapat terwujud menjadi beberapa bentuk seperti pondok pesantren,
madrasah, pelajaran agama Islam di sekolah, pendidikan Islam dalam keluarga dan
masyarakat baik yang bersifat formal maupun non-formal.
1.
Apa dasar-dasar
pendidikan Islam?
2.
Apa dasar
pendidikan di Indonesia?
3.
Bagaimana
pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia?
1.
Mengetahui
dasar-dasar pendidikan Islam.
2.
Mengetahui
dasar pendidikan di Indonesia.
3.
Mengetahui
bagaimana pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dasar
adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut
tegak, kokoh berdiri. Dasar suatu bangunan yaitu fondamen yang menjadi landasan
bangunan tersebut agar bangunan itu tegak dan kokoh berdiri. Demikian pula
dasar pendidikan Islam yaitu fondamen yang menjadi landasan atau asas agar
pendidikan Islam dapat tegak berdiri tidak mudah roboh karena tiupan angina
kencang berupa ideology yang muncul baik sekarang mauun yang akan datang.
Dengan adanya dasar ini maka pendidikan Islam akan tegak berdiri dan tidak
mudah diombang-ambing oleh pengaruh luar yang mau merobohkan ataupun mempengaruhinya.
1.
Dasar
pokok
a.
Al-qur`an
Islam adalah agama yang membawa misi agar umatnya menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran. Ayat al-qur`an yang pertama kali turun adalah
berkenaan disamping masalah keimanan juga pendidikan.
Allah SWT
berfirman, yang artinya:”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”(QS. Al-`alaq:1-5).
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
seolah-olah Allah berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan,
penciptaan manusia (dari segumpal darah), selanjutnya untuk memperkokoh
keyakinannya dan memelihara agar tiadak luntur hendaklah melaksanakan
pendidikan dan pengajaran.
Bahkan tidak hanya itu, Allah juga memberikan bahan
(materi/pendidikan yang mempermudah manusia untuk hidup di dunia ini).
Allah SWT
berfirman:
وَعَلَّمَ
ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ
أَنۢبُِٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١
(QS.Al-baqarah:31)
Ayat ini menjelaskan bahwa untuk memahamisegala sesuatu belum cukup
kalau hanya memahami apa, bagaimana serta manfaat benda itu tetapi harus memahami
sampai ke hakikat dari benda itu.
Dengan
penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa supaya manusia itu menemukan jati
dirinya sebagai insan yang bermartabat maka ia harus menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran.
b.
Sunnah
Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah SAW kepada manusia dengan
penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya,
manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya, menerimanya dan kemudian
mengamalkannya.
Sering kali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya, dan ini
dialami oleh para sahabat sebagai
generasi pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada
Rasulallah SAW, yang memang diberi otoritas untuk itu. Allah SWT menyatakan
otoritas dimaksud dalam firman Allah SWT, yang artinya: “…….dan Kami
turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir” (QS.
al-Nahl: 44).
Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap al-Qur`an
adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab mengingatkan bahwa Sunnah
merupakan penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang suatu kaum yang
membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an. Maka hadapilah
mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang yang bergelut dengan
sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT.
Menurut Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan dalam lapangan
pendidikan sunnah mempunyai dua faedah:
1) Menjelaskan
sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur`an dan menerangkan
hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya .
2) Menggariskan
metode-metode pendidikan yang dapat di praktikkan.
Dengan adanya sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran,
maka dalam pendidikan apa yang dijelaskan Rasulullah baik berupa perkataan,
perbuatan maupun taqrir akan menjadi sumber dasar dalam pendidikan baik sebagai
sistem pendidikan maupun metodologi pendidikan Islam yang harus dijalani.
2.
Dasar
tambahan
Ra`yu
Masyarakat
selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan
lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan
wewenang dan sebagainya.
Pendidikan
sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan
yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan yang ada di zaman
sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang mestinya tidak dijumpai
pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban untuk kepentingan
pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari pendidik
muslim.
Dasar hukum
yang memboleh ijtihad dengan penggunaan ra’yu adalah sebuah hadits percakapan
Rasulullah dengan Muaz bin Jabal ketika akan diutus di Yaman. Artinya: “Hai
Muaz: Jika engkau diminta memutuskan perkara, dengan apakah engkau
memutuskannya?”. Muaz menjawab; dengan Kitab Allah (al-Quran), maka Rasulullah
bersabda; Kalau engkau tidak mendapati (dalam al-Quran itu)” kata Muaz: “dengan
Sunnah Rasulullah”, Rasulullah bersabda kembali; Jika engkau tidak mendapati di
situ?’ Muaz menjawab,” Saya berijtihad dengan pendapatku dan tidak akan
kembali”.
Ijtihad pada
dasarnya merupakan usaha sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku
berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang
jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan
mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan prinsip-prinsip
al-Qur`an atau Sunnah.[2]
Dasar-dasar
oprerasional pendidikan Islam yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar
ideal, menurut Hasan Langgulung ada enam macam, yaitu: dasar historis, dasar
sosial, dasar ekonomi, dasar politik, dasar psikologis dan dasar fisiologis.[3]
a. Dasar historis
Dasar historis adalah pengalaman masa lalu berupa peraturan dan
budaya masyarakat sebagai mata rantai yang berkelanjutan dari cita-cita dan
praktik pendidikan Islam.
b. Dasar sosial
Dasar sosial adalah dasar yang memberikan kerangka budaya dimana
pendidikan berkembang.
c. Dasar ekonomi
Dasar ekonomi merupakan
yang memberikan persepektif terhadap potensi manusia berupa materi dan
persiapan yang mengatur sumber-sumbernya yang bertanggung jawab terhadap
anggaran pembelajaannya.
d. Dasar politik
Dasar politik sebagai
dasar yang memberikan bingkai dan ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat
bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang dibuat.
e. Dasar psikologis
Dasar
psikologis adalah dasar yang memberikan informasi tentang watak peserta didik,
guru dalam proses pendidikan.
f.
Dasar
fisiologis
Dasar filosofis
merupakan dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, sistem dan
mengontrol dalam menentukan yang terbaik untuk dilaksanakan.
Dengan dasar-dasar pendidikan secara operasional bagaimana
pendidikan Islam secara idealitas dan bagaimana pendidikan Islam secara
realitas telah berjalan dalam kurun waktu 14 abad. Pendidikan Islam yang
terjadi antara suatu negara secara operasional akan mengalami perbedaan. Hal
ini karena perkembangan historisnya tidak sama, begitu pula secara sosial,
psikologi, politik yang menentukan arah dan pelaksanaan pendidikan Islam di
suatu negara.
B.
Dasar-Dasar Pendidikan di Indonesia
Pancasila
yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang diterapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 adalah dasar negara, kepribadian, tujuan dan pandangan
hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, Pancasila
merupakan pedoman yang menunjukkan arah, cita-cita dan tujuan bangsa. Demikian
pula halnya dengan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia. Pancasila menjadi
dasar sistem nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, segai
termasuk dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila sehingga pendidikan nasional
Indonesia adalah pendidikan Pancasila.
Karena
itu, Pancasila harus menjadi semua dasar kegiatan pendidikan di Indonesia.
Selain berdasarkan Pancasila, pendidikan nasional juga bercita-cita untuk
membentuk manusia Pancasialis, yaitu manusia indonesia yang menghayati dan
mengamalkan Pancasila dan sikap perbuatan dan tingkah lakunya, baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Melalui sistem pendidikan
nasional diharapkan setiap rakyat indonesia mempertahankan hidupnya, mengembangkan
dirinya dan secara bersama-sama membangun masyarakatnya.
Pendidikan
di Indonesia memiliki landasan ideal adalah Pancasila, landasan konstitusional
ialah UUD 1945, dan landasan oprasional ialah Ketetapan MPR tentang GBHN.
Adapun yang dimaksud dengan dasar di sini adalah dasar pelaksanaannya, yang
mempunyai peranan penting untuk dijadikan pegangan dalam melaksanakan
pendidikan di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Adapun
dasar pendidikan di negara Indonesia secara yuridis formal telah dirumuskan
antara lain sebagai berikut:
1.
Undang-Undang tentang Pendidikan
dan Pengajaran No. 4 tahun 1950, Nomor 2 tahun 1945, Bab III Pasal 4
Yang Berbunyi: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang
termasuk dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar RI dan kebudayaan bangsa
Indonesia.
2.
Ketetapan MPRS No. XXVII/ MPRS/
1966 Bab II Pasal 2 yang berbunyi: Dasar pendidikan adalah falsafah negara
Pancasila.
3.
Dalam GBHN tahun 1973, GBHN 1978,
GBHN 1983 dan GBHN 1988 Bab IV bagian pendidikan berbunyi: Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila.
4.
Tap MPR Nomor II/MPR/1993 tentang
GBHN dalam Bab IV bagian Pendidikan yang berbunyi: Pendidikan Nasional (yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
5. Undang-undang
RI No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
6.
Undang-undang RI No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Dengan
demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan di Indonesia adalah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2 tahun 1989 dan UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003.
a.
Pesantren; Akar Pendidikan Islam di Indonesia
Terkait
kemunculan dan masuknya Islam di Indonesia, sampai saat ini masih menjadi
kontroversi di kalangan para ilmuwan dan sejarawan. Namun demikian, mayoritas
dari mereka menduga bahwa Islam telah diperkenalkan di Indonesia sekitar abad
ke-7 M oleh para musafir dan pedagang muslim, melalui jalur perdagangan dari
Teluk Parsi dan Tiongkok. Kemudian pada abad ke-11M sudah dapat dipastikan
bahwa Islam telah masuk di kepulauan Nusantara melalui kota-kota pantai di
Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Dan, pada abad itu pula muncul
pusat-pusat kekuasaan serta pendalaman studi ke-Islaman. Dari pusat-pusat
inilah kemudian akhirnya Islam dapat berkembang dan tersebar ke seluruh pelosok
Nusantara. Perkembangan dan perluasan Islam itu tidak lain melalui para pedagang
muslim, wali, muballigh dan ulama’ dengan cara pendirian masjid, pesantren atau
dayah atau surau.
Pada dasarnya,
pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak masuknya Islam ke
Indonesia. Pada tahap awal, pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi
maupun kolektif antara muballigh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah
komunitas muslim daerah terbentuk di suatu daerah tersebut, mereka membangun
tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan
Islam yang pertama muncul, di samping rumah tempat kediaman ulama’ atau
muballigh.
Setelah
penggunaan masjid sudah cukup optimal, maka kemudian dirasa perlu untuk
memiliki sebuah tempat yang benar-benar menjadi pusat pendidikan dan
pembelajaran Islam. Untuk itu, muncullah lembaga pendidikan lainnya seperti
pesantren, dayah ataupun surau. Nama–nama tersebut walaupun berbeda, tetapi
hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.
Pesantren
sebagai akar pendidikan Islam, yang menjadi pusat pembelajaran Islam setelah
keberadaan masjid, senyatanya memiliki dinamika yang terus berkembang hingga
sekarang. Menurut Prof. Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai
pedoman perilaku sehari-hari.
Pesantren
sejatinya telah berkiprah di Indonesia sebagai pranata kependidikan Islam di
tengah-tengah masyarakat sejak abad ke-13 M, kemudian berlanjut dengan pasang
surutnya hingga sekarang. Untuk itulah, tidak aneh jika pesantren telah menjadi
akar pendidikan Islam di negeri ini. Karena senyatanya, dalam pesantren telah
terjadi proses pembelajaran sekaligus proses pendidikan; yang tidak hanya
memberikan seperangkat pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai (value).
Dalam pesantren, terjadi sebuah proses pembentukan tata nilai yang lengkap,
yang merupakan proses pemberian ilmu secara aplikatif.
Menurut
Muhammad Tolhah Hasan dalam bukunya Dinamika Tentang Pendidikan Islam,
disebutkan bahwa komponen-komponen yang ada dalam pesantren antara lain:
1)
Kyai, sebagai figur sentral dan dominan dalam
pesantren, sebagai sumber ilmu pengetahuan sekaligus sumber tata nilai.
2)
Pengajian kitab-kitab agama (kitab kuning), yang disampaikan oleh Kyai dan diikuti para
santri.
3)
Masjid, yang berfungsi sebagai tempat kegiatan
pengajian, disamping menjadi pusat peribadatan.
4)
Santri, sebagai pencari ilmu (agama) dan pendamba
bimbingan Kyai.
5)
Pondok, sebagai tempat tinggal santri yang menampung
santri selama mereka menuntut ilmu dari Kyai.
Sedangkan dalam
proses pembelajaran dan proses pendidikan, di pesantren menggunakan dua sistem
yang umum, yakni:
1.
Sistem “sorogan” yang sifatnya individual,
yakni seorang santri mendatangi seorang guru yang akan mengajarkan kitab
tertentu, yang umumnya berbahasa Arab.
2.
Sistem “bandongan” yang sering disebut dengan
sistem weton. Dalam sistem ini, sekelompok santri mendengarkan dan menyimak
seorang guru yang membacakan, menerjemahkan dan mengulas kitab-kitab kuning.
Setiap santri memperhatikan kitab masing-masing dan membuat catatan yang dirasa
perlu.
Kelompok
bandongan ini jika jumlahnya tidak terlalu banyak, maka disebut dengan halaqoh
yang arti asalnya adalah lingkaran. Di pesantren-pesantren besar, ada lagi
sistem lain yang disebut musyawarah, yang diikuti santri-santri senior
yang telah mampu membaca kitab kuning dengan baik.
Hingga kini,
keberadaan pesantren telah mengalami berbagai dinamika, sejak dari pesantren
tradisional hingga pesantren modern.
b.
Lembaga-lembaga pendidikan islam setelah
pesantren
Eksistensi
pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam
lainnya, antara lain:
a)
Madrasah
Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam
yang lebih modern dibanding pesantren, baik ditinjau dari sisi metodologi
maupun kurikulum pengajarannya. Kendati demikian, kemunculan madrasah ini tidak
lain diawali oleh keberadaan pesantren. Sebagian lulusan pesantren melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi ke beberapa pusat kajian Islam di beberapa negara
Timur Tengah, khususnya Arab Saudi dan Mesir. Lulusan-lulusan Islam Timur
Tengah itulah yang kemudian akhirnya menjadi pemrakarsa pendirian madrasah-madrasah
di Indonesia.
Dalam madrasah, sistem pembelajaran tidak lagi
menggunakan sorogan ataupun bandongan, melainkan lebih modern
lagi. Madrasah telah mengaplikasikan sistem kelas dalam proses pembelajarannya.
Elemen yang ada dalam madrasah juga bukan lagi Kyai dan santri, tetapi murid
dan guru (ustad/ustadzah). Dan metode yang digunakan juga beragam, bisa
ceramah, atau drill dan lain-lain, tergantung pada ustad/ustadzah atau guru.
b)
Sekolah-sekolah Islam
Di samping madrasah, lembaga pendidikan Islam yang
berkembang hingga sekarang adalah sekolah-sekolah Islam. Pada dasarnya, kata
sekolah merupakan terjemah dari madrasah, hanya saja madrasah adalah kosa kata
bahasa Arab, sedangkan sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun demikian, pada
aplikasinya terdapat perbedaan antara madrasah dan sekolah Islam. Madrasah
berada dalam naungan Kementrian Agama (Kemenag), sedangkan sekolah Islam pada
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Selain itu,dari segi bobot
muatan materi keagamaannya, madrasah lebih banyak materi agama dibanding
sekolah Islam.
c)
Pendidikan Tinggi Islam
Pendidikan Tinggi Islam juga merupakan salah
satu lembaga pendidikan Islam yang modern. Dalam sejarah, pendidikan tinggi
Islam yang tertua adalah Sekolah Tinggi Islam (STI), yang menjadi cikal bakal
pendidikan tinggi Islam selanjutnya. STI didirikan pada 8 Juli 1945 di Jakarta,
kemudian dipindahkan ke Yogyakarta, dan pada tahun 1948 resmi berganti nama
menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Selanjutnya, UII merupakan bibit
utama dari perguruan-perguruan tinggi swasta yang kemudian berkembang menjadi beberapa
Universitas Islam yang populer di Indonesia, seperti misalnya Universitas Ibn
Kholdun di Bogor, Universitas Muhammadiyah di Surakarta, Universitas Islam
Sultan Agung di Semarang, Universitas Islam Malang (UNISMA) di Malang,
Universitas Islam Sunan Giri (UNSURI) di Surabaya, Universitas Darul ‘Ulum
(UNDAR) di Jombang dan lain-lain.
Menurut Tolhah
Hasan, perkembangan dan kemajuan perguruan tinggi Islam di Indonesia banyak
ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya: kredibilitas kepemimpinan,
kreativitas manajerial kelembagaan, pengembangan program akademik yang jelas
dan kualitas dosen yang memiliki tradisi akademik.
c.
Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia
Tak dapat dipungkiri, bahwa seiring
berjalannya waktu, lembaga-lembaga pendidikan Islam juga mengalami berbagai
dinamika. Tak hanya pada pesantren, bahkan madrasah dan perguruan tinggi Islam
pun tak luput dari dinamika yang ada.
Pesantren yang dulunya masih tradisional
senyatanya mengalami beberapa perubahan dan perkembangan, seiring dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren yang dulunya
tradisional, dalam pola pembelajaran dan muatan materi serta kurikulumnya, kini
telah mengalami perkembangan dengan mengadaptasi beberapa teori-teori
pendidikan yang dirasa bisa diterapkan di lingkungan pesantren. Alhasil, kini
semakin banyak bermunculan pesantren modern, yang dalam pola pembelajarannya
tidak lagi konvensional, tapi lebih modern dengan berbagai sentuhan manajemen
pendidikan yang dinamis. Mayoritas pesantren dewasa ini juga memberikan materi
dan muatan pendidikan umum. Tidak sedikit pesantren yang sekaligus memiliki
lembaga sekolah dan manajemennya mengacu pada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sedangkan dinamika sistem pendidikan
madrasah dapat dicatat dari beberapa perubahan, seperti dimasukkannya mata
pelajaran umum dalam kurikulumnya, meningkatkan kualitas guru dengan
memperhatikan syarat kelayakan mengajar, membenahi manajemen pendidikannya
melalui akreditasi yang diselenggarakan pemerintah, mengikuti ujian negara
menurut jenjangnya.
Tak pelak, bahwa dinamika pendidikan
Islam, di samping kemadrasahan, juga muncul persekolahan yang lebih banyak
mengadopsi model sekolah barat. Dan, kemunculannya itu antara lain dipicu oleh
kebutuhan masyarakat muslim yang berminat mendapatkan pendidikan yang
memudahkan memasuki lapangan kerja dalam lembaga pemerintahan maupun lembaga
swasta yang mensyaratkan memiliki keterampilan tertentu, seperti teknik,
perawat kesehatan, administrasi dan perbankan.
Pada perguruan tinggi Islam pun sejatinya
juga mengalami berbagai perubahan dan perkembangan. Dinamika dalam pendidikan
tinggi Islam ini salah satunya dapat diraba dari perubahan status dari Sekolah
Tinggi, menjadi Institut, hingga kini menjadi Universitas. Dengan demikian,
materi dan bahan ajar yang ditawarkan di perguruan tinggi Islam yang kini
mayoritas menjadi Universitas, tidak hanya disiplin ilmu agama Islam saja,
melainkan juga berbagai disiplin ilmu umum.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dasar
pendidikan Islam yakni: “Al-qur`an, sunnah, ra`yu, dasar historis, dasar
sosial, dasar ekonomi, dasar politik, dasar psikologis dan dasar fisiologis”.
Adapun dasar pendidikan di Indonesia
adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2 tahun
1989 dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Sedangkan pelaksanaan pendidikan islam di
Indonesia sejatinya
berlangsung sejak masuknya Islam di Indonesia dengan masjid sebagai pusat
peribadatan dan tempat belajar. Setelah penggunaan masjid cukup optimal, maka
muncullah “pesantren” yang kemudian menjadi “akar pendidikan Islam di Indonesia”.
Keberadaan pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan
Islam lain setelah pesantren, di antaranya madrasah, sekolah-sekolah Islam dan
Perguruan Tinggi Islam. Dalam perjalanannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam
tak luput dari berbagai dinamika yang ada, seiring dengan perkembangan zaman.
Pesantren, dari jenis pesantren tradisional ke pesantren modern. Madrasah yang
semakin memperbaiki kualitasnya dengan berbagai upaya, salah satunya
peningkatan kualitas guru. Dan, perguruan tinggi Islam yang dulunya masih
berstatus Sekolah Tinggi, berkembang menjadi Institut hingga akhirnya menjadi
Universitas.
B.
Saran
Penulis
menyadari jika dalam tulisan ini masih banyak kekurangan. Karena itu penulis
berharap masukan dan saran yang membangun agar sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dra.Hj.Nur Uhbiyati.2005. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung:Pustaka
Setia
Drs. Bukhari Umar, M.Ag.2010. Ilmu Pendidukan Islam,
Jakarta:Amzah
https://pendidikanislamyes.wordpress.com/2014/05/08/dasar-dasar-pendidikan-islam/ diakses pada 08 oktober 2017 pkl. 07:02
http://ulashoim.blogspot.co.id/2012/06/pendidikan-islam-di-indonesia-makalah.html diakses pada tanggal 06 oktober 2017 pkl.13:40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar