Minggu, 07 April 2019

MAKALAH Dasar-Dasar Pendidikan Islam


MATA KULIAH                                                                                            DOSEN PEMBIMBING
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM                                                                     IRWANDI, ME

MAKALAH
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Disusun oleh:

WIRDATUL FITRI
NIM : 1216.16.200.1634


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PEKANBARU
1439 H/ 2017 M


KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga tugas makalah   ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat pada waktunya. Selanjutnya sholawat dan salam saya kirimkan kepada nabi besar Muhammad SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Ucapan terima kasih saya berikan kepada bapak dosen Irwandi, ME. Selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang telah memberikan ilmu serta arahan pada tugas makalah ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih saya berikan kepada teman-teman yang telah mau bekerja sama dan memberikan bantuannya terhadap tugas ini, tanpa mereka makalah ini juga tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya. Harapan saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya serta dapat menambah pengetahuan dan pemahaman pada pembahasan makalah ini. Aamiin.
Tentunya masih banyak kesalahan pada tugas makalah ini yang mungkin saya tidak sadari, oleh karena itu kritik dan saran bagi pembaca sangat saya harapkan guna perbaikan tugas makalah-makalah selanjutnya.



                                                                                                          Pekanbaru, 06 Oktober 2017

                                                                                                                         Penyusun

         


DAFTAR ISI



BAB I

PENDAHULUAN


Pendidikan pada umumnya merupakan masalah yang tidak pernah selesai (unfinished agenda), dimana pendidikan selalu menjadi pembicaraan yang hangat dan tidak pernah memuaskan baik bagi negara miskin, berkembang maupun negara yang sudah maju. Hal ini karena manusia secara fitrah menginginkan yang lebih baik, teori pendidikan selalu ketinggalan oleh kebutuhan masyarakat,dan berubahnya pengaruh pandangan hidup.
Dengan dasar fitrah manusia ingin lebih baik, teori pendidikan mengikuti kebutuhan masyarakat dan pandangan hidup yang semakin berkembang, maka pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari historis dan dasar yang menjadi pijakan kehidupan manusia pada saat itu. Begitu pula dengan pendidikan Islam sebagai bagian dari perkembangan agama Islam di dunia tidak melepaskan dari perkembangan umat Islam dari masyarakat yang relatif sederhana menjadi masyarakat Islam yang semakin komplek dan global.
PendidikanIslam pada hakikatnya merupakan   aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam di Indonesia dapat terwujud menjadi beberapa bentuk seperti pondok pesantren, madrasah, pelajaran agama Islam di sekolah, pendidikan Islam dalam keluarga dan masyarakat baik yang bersifat formal maupun non-formal.
1.      Apa dasar-dasar pendidikan Islam?
2.      Apa dasar pendidikan di Indonesia?
3.      Bagaimana pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia?
1.      Mengetahui dasar-dasar pendidikan Islam.
2.      Mengetahui dasar pendidikan di Indonesia.
3.      Mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Secara umum, daasar pendidikan Islam dibagi kepada 3 bagian, yakni:[1]
1.      Dasar pokok
a.       Al-qur`an
Islam adalah agama yang membawa misi agar umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ayat al-qur`an yang pertama kali turun adalah berkenaan disamping masalah keimanan juga pendidikan.
Allah SWT berfirman, yang artinya:”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”(QS. Al-`alaq:1-5).
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seolah-olah Allah berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan, penciptaan manusia (dari segumpal darah), selanjutnya untuk memperkokoh keyakinannya dan memelihara agar tiadak luntur hendaklah melaksanakan pendidikan  dan pengajaran.
Bahkan tidak hanya itu, Allah juga memberikan bahan (materi/pendidikan yang mempermudah manusia untuk hidup di dunia ini).
Allah SWT berfirman:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٣١
(QS.Al-baqarah:31)
Ayat ini menjelaskan bahwa untuk memahamisegala sesuatu belum cukup kalau hanya memahami apa, bagaimana serta manfaat benda itu tetapi harus memahami sampai ke hakikat dari benda itu.
Dengan penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa supaya manusia itu menemukan jati dirinya sebagai insan yang bermartabat maka ia harus menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.
b.      Sunnah 
Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah SAW kepada manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya, menerimanya dan kemudian mengamalkannya.
Sering kali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya, dan ini dialami oleh para sahabat  sebagai generasi pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada Rasulallah SAW, yang memang diberi otoritas untuk itu. Allah SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah SWT, yang artinya: “…….dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir” (QS. al-Nahl: 44).
Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab mengingatkan bahwa Sunnah merupakan penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang suatu kaum yang membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an. Maka hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT.
Menurut Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan dalam lapangan pendidikan sunnah mempunyai dua faedah:
1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur`an dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya .
2) Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat di praktikkan.
Dengan adanya sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran, maka dalam pendidikan apa yang dijelaskan Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir akan menjadi sumber dasar dalam pendidikan baik sebagai sistem pendidikan maupun metodologi pendidikan Islam yang harus dijalani.   
2.      Dasar tambahan
 Ra`yu
Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya.
Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang mestinya tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari pendidik muslim.
Dasar hukum yang memboleh ijtihad dengan penggunaan ra’yu adalah sebuah hadits percakapan Rasulullah dengan Muaz bin Jabal ketika akan diutus di Yaman. Artinya: “Hai Muaz: Jika engkau diminta memutuskan perkara, dengan apakah engkau memutuskannya?”. Muaz menjawab; dengan Kitab Allah (al-Quran), maka Rasulullah bersabda; Kalau engkau tidak mendapati (dalam al-Quran itu)” kata Muaz: “dengan Sunnah Rasulullah”, Rasulullah bersabda kembali; Jika engkau tidak mendapati di situ?’ Muaz menjawab,” Saya berijtihad dengan pendapatku dan tidak akan kembali”.
Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.[2]
3.      Dasar operasional
Dasar-dasar oprerasional pendidikan Islam yang terbentuk sebagai aktualisasi dari dasar ideal, menurut Hasan Langgulung ada enam macam, yaitu: dasar historis, dasar sosial, dasar ekonomi, dasar politik, dasar psikologis dan dasar fisiologis.[3]
a.       Dasar historis
Dasar historis adalah pengalaman masa lalu berupa peraturan dan budaya masyarakat sebagai mata rantai yang berkelanjutan dari cita-cita dan praktik pendidikan Islam.
b.      Dasar sosial
Dasar sosial adalah dasar yang memberikan kerangka budaya dimana pendidikan berkembang.
c.       Dasar ekonomi
Dasar ekonomi merupakan yang memberikan persepektif terhadap potensi manusia berupa materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya yang bertanggung jawab terhadap anggaran pembelajaannya.
d.      Dasar politik
Dasar politik sebagai dasar yang memberikan bingkai dan ideologi dasar yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang dibuat.
e.      Dasar psikologis
Dasar psikologis adalah dasar yang memberikan informasi tentang watak peserta didik, guru dalam proses pendidikan.
f.        Dasar fisiologis
Dasar filosofis merupakan dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, sistem dan mengontrol dalam menentukan yang terbaik untuk dilaksanakan.
Dengan dasar-dasar pendidikan secara operasional bagaimana pendidikan Islam secara idealitas dan bagaimana pendidikan Islam secara realitas telah berjalan dalam kurun waktu 14 abad. Pendidikan Islam yang terjadi antara suatu negara secara operasional akan mengalami perbedaan. Hal ini karena perkembangan historisnya tidak sama, begitu pula secara sosial, psikologi, politik yang menentukan arah dan pelaksanaan pendidikan Islam di suatu negara.
B.     Dasar-Dasar Pendidikan di Indonesia
Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang diterapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah dasar negara, kepribadian, tujuan dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan pedoman yang menunjukkan arah, cita-cita dan tujuan bangsa. Demikian pula halnya dengan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia. Pancasila menjadi dasar sistem nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, segai termasuk dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila sehingga pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan Pancasila.
Karena itu, Pancasila harus menjadi semua dasar kegiatan pendidikan di Indonesia. Selain berdasarkan Pancasila, pendidikan nasional juga bercita-cita untuk membentuk manusia Pancasialis, yaitu manusia indonesia yang menghayati dan mengamalkan Pancasila dan sikap perbuatan dan tingkah lakunya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Melalui sistem pendidikan nasional diharapkan setiap rakyat indonesia mempertahankan hidupnya, mengembangkan dirinya dan secara bersama-sama membangun masyarakatnya.
Pendidikan di Indonesia memiliki landasan ideal adalah Pancasila, landasan konstitusional ialah UUD 1945, dan landasan oprasional ialah Ketetapan MPR tentang GBHN. Adapun yang dimaksud dengan dasar di sini adalah dasar pelaksanaannya, yang mempunyai peranan penting untuk dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Adapun dasar pendidikan di negara Indonesia secara yuridis formal telah dirumuskan antara lain sebagai berikut:
1.      Undang-Undang tentang Pendidikan dan Pengajaran No. 4 tahun 1950,  Nomor 2 tahun 1945, Bab III Pasal 4 Yang Berbunyi: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termasuk dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar RI dan kebudayaan bangsa Indonesia.
2.      Ketetapan MPRS No. XXVII/ MPRS/ 1966 Bab II Pasal 2 yang berbunyi: Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila.
3.      Dalam GBHN tahun 1973, GBHN 1978, GBHN 1983 dan GBHN 1988 Bab IV bagian pendidikan berbunyi: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila.
4.      Tap MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dalam Bab IV bagian Pendidikan yang berbunyi: Pendidikan Nasional (yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
5.      Undang-undang RI No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
6.      Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan di Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2 tahun 1989 dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
C.    Pelaksanaan Pendidikan Islam di Indonesia[4]
a.       Pesantren; Akar Pendidikan Islam di Indonesia
Terkait kemunculan dan masuknya Islam di Indonesia, sampai saat ini masih menjadi kontroversi di kalangan para ilmuwan dan sejarawan. Namun demikian, mayoritas dari mereka menduga bahwa Islam telah diperkenalkan di Indonesia sekitar abad ke-7 M oleh para musafir dan pedagang muslim, melalui jalur perdagangan dari Teluk Parsi dan Tiongkok. Kemudian pada abad ke-11M sudah dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk di kepulauan Nusantara melalui kota-kota pantai di Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Dan, pada abad itu pula muncul pusat-pusat kekuasaan serta pendalaman studi ke-Islaman. Dari pusat-pusat inilah kemudian akhirnya Islam dapat berkembang dan tersebar ke seluruh pelosok Nusantara. Perkembangan dan perluasan Islam itu tidak lain melalui para pedagang muslim, wali, muballigh dan ulama’ dengan cara pendirian masjid, pesantren atau dayah atau surau.
Pada dasarnya, pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal, pendidikan Islam dimulai dari kontak-kontak pribadi maupun kolektif antara muballigh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim daerah terbentuk di suatu daerah tersebut, mereka membangun tempat peribadatan dalam hal ini masjid. Masjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang pertama muncul, di samping rumah tempat kediaman ulama’ atau muballigh.
Setelah penggunaan masjid sudah cukup optimal, maka kemudian dirasa perlu untuk memiliki sebuah tempat yang benar-benar menjadi pusat pendidikan dan pembelajaran Islam. Untuk itu, muncullah lembaga pendidikan lainnya seperti pesantren, dayah ataupun surau. Nama–nama tersebut walaupun berbeda, tetapi hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan keagamaan.
Pesantren sebagai akar pendidikan Islam, yang menjadi pusat pembelajaran Islam setelah keberadaan masjid, senyatanya memiliki dinamika yang terus berkembang hingga sekarang. Menurut Prof. Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
Pesantren sejatinya telah berkiprah di Indonesia sebagai pranata kependidikan Islam di tengah-tengah masyarakat sejak abad ke-13 M, kemudian berlanjut dengan pasang surutnya hingga sekarang. Untuk itulah, tidak aneh jika pesantren telah menjadi akar pendidikan Islam di negeri ini. Karena senyatanya, dalam pesantren telah terjadi proses pembelajaran sekaligus proses pendidikan; yang tidak hanya memberikan seperangkat pengetahuan, melainkan juga nilai-nilai (value). Dalam pesantren, terjadi sebuah proses pembentukan tata nilai yang lengkap, yang merupakan proses pemberian ilmu secara aplikatif.
Menurut Muhammad Tolhah Hasan dalam bukunya Dinamika Tentang Pendidikan Islam, disebutkan bahwa komponen-komponen yang ada dalam pesantren antara lain:
1)      Kyai, sebagai figur sentral dan dominan dalam pesantren, sebagai sumber ilmu pengetahuan sekaligus sumber tata nilai.
2)      Pengajian kitab-kitab agama (kitab kuning), yang disampaikan oleh Kyai dan diikuti para santri.
3)      Masjid, yang berfungsi sebagai tempat kegiatan pengajian, disamping menjadi pusat peribadatan.
4)      Santri, sebagai pencari ilmu (agama) dan pendamba bimbingan Kyai.
5)      Pondok, sebagai tempat tinggal santri yang menampung santri selama mereka menuntut ilmu dari Kyai.
Sedangkan dalam proses pembelajaran dan proses pendidikan, di pesantren menggunakan dua sistem yang umum, yakni:
1.              Sistem “sorogan” yang sifatnya individual, yakni seorang santri mendatangi seorang guru yang akan mengajarkan kitab tertentu, yang umumnya berbahasa Arab.
2.              Sistem “bandongan” yang sering disebut dengan sistem weton. Dalam sistem ini, sekelompok santri mendengarkan dan menyimak seorang guru yang membacakan, menerjemahkan dan mengulas kitab-kitab kuning. Setiap santri memperhatikan kitab masing-masing dan membuat catatan yang dirasa perlu.
Kelompok bandongan ini jika jumlahnya tidak terlalu banyak, maka disebut dengan halaqoh yang arti asalnya adalah lingkaran. Di pesantren-pesantren besar, ada lagi sistem lain yang disebut musyawarah, yang diikuti santri-santri senior yang telah mampu membaca kitab kuning dengan baik.
Hingga kini, keberadaan pesantren telah mengalami berbagai dinamika, sejak dari pesantren tradisional hingga pesantren modern.
b.      Lembaga-lembaga pendidikan islam setelah pesantren
Eksistensi pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya, antara lain:
a)      Madrasah
Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang lebih modern dibanding pesantren, baik ditinjau dari sisi metodologi maupun kurikulum pengajarannya. Kendati demikian, kemunculan madrasah ini tidak lain diawali oleh keberadaan pesantren. Sebagian lulusan pesantren melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke beberapa pusat kajian Islam di beberapa negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi dan Mesir. Lulusan-lulusan Islam Timur Tengah itulah yang kemudian akhirnya menjadi pemrakarsa pendirian madrasah-madrasah di Indonesia.
Dalam madrasah, sistem pembelajaran tidak lagi menggunakan sorogan ataupun bandongan, melainkan lebih modern lagi. Madrasah telah mengaplikasikan sistem kelas dalam proses pembelajarannya. Elemen yang ada dalam madrasah juga bukan lagi Kyai dan santri, tetapi murid dan guru (ustad/ustadzah). Dan metode yang digunakan juga beragam, bisa ceramah, atau drill dan lain-lain, tergantung pada ustad/ustadzah atau guru.
b)      Sekolah-sekolah Islam
Di samping madrasah, lembaga pendidikan Islam yang berkembang hingga sekarang adalah sekolah-sekolah Islam. Pada dasarnya, kata sekolah merupakan terjemah dari madrasah, hanya saja madrasah adalah kosa kata bahasa Arab, sedangkan sekolah adalah bahasa Indonesia. Namun demikian, pada aplikasinya terdapat perbedaan antara madrasah dan sekolah Islam. Madrasah berada dalam naungan Kementrian Agama (Kemenag), sedangkan sekolah Islam pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Selain itu,dari segi bobot muatan materi keagamaannya, madrasah lebih banyak materi agama dibanding sekolah Islam.


c)      Pendidikan Tinggi Islam
Pendidikan Tinggi Islam juga merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang modern. Dalam sejarah, pendidikan tinggi Islam yang tertua adalah Sekolah Tinggi Islam (STI), yang menjadi cikal bakal pendidikan tinggi Islam selanjutnya. STI didirikan pada 8 Juli 1945 di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta, dan pada tahun 1948 resmi berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Selanjutnya, UII merupakan bibit utama dari perguruan-perguruan tinggi swasta yang kemudian berkembang menjadi beberapa Universitas Islam yang populer di Indonesia, seperti misalnya Universitas Ibn Kholdun di Bogor, Universitas Muhammadiyah di Surakarta, Universitas Islam Sultan Agung di Semarang, Universitas Islam Malang (UNISMA) di Malang, Universitas Islam Sunan Giri (UNSURI) di Surabaya, Universitas Darul ‘Ulum (UNDAR) di Jombang dan lain-lain.
Menurut Tolhah Hasan, perkembangan dan kemajuan perguruan tinggi Islam di Indonesia banyak ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya: kredibilitas kepemimpinan, kreativitas manajerial kelembagaan, pengembangan program akademik yang jelas dan kualitas dosen yang memiliki tradisi akademik.
c.       Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia
      Tak dapat dipungkiri, bahwa seiring berjalannya waktu, lembaga-lembaga pendidikan Islam juga mengalami berbagai dinamika. Tak hanya pada pesantren, bahkan madrasah dan perguruan tinggi Islam pun tak luput dari dinamika yang ada.
      Pesantren yang dulunya masih tradisional senyatanya mengalami beberapa perubahan dan perkembangan, seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren yang dulunya tradisional, dalam pola pembelajaran dan muatan materi serta kurikulumnya, kini telah mengalami perkembangan dengan mengadaptasi beberapa teori-teori pendidikan yang dirasa bisa diterapkan di lingkungan pesantren. Alhasil, kini semakin banyak bermunculan pesantren modern, yang dalam pola pembelajarannya tidak lagi konvensional, tapi lebih modern dengan berbagai sentuhan manajemen pendidikan yang dinamis. Mayoritas pesantren dewasa ini juga memberikan materi dan muatan pendidikan umum. Tidak sedikit pesantren yang sekaligus memiliki lembaga sekolah dan manajemennya mengacu pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
      Sedangkan dinamika sistem pendidikan madrasah dapat dicatat dari beberapa perubahan, seperti dimasukkannya mata pelajaran umum dalam kurikulumnya, meningkatkan kualitas guru dengan memperhatikan syarat kelayakan mengajar, membenahi manajemen pendidikannya melalui akreditasi yang diselenggarakan pemerintah, mengikuti ujian negara menurut jenjangnya.
      Tak pelak, bahwa dinamika pendidikan Islam, di samping kemadrasahan, juga muncul persekolahan yang lebih banyak mengadopsi model sekolah barat. Dan, kemunculannya itu antara lain dipicu oleh kebutuhan masyarakat muslim yang berminat mendapatkan pendidikan yang memudahkan memasuki lapangan kerja dalam lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta yang mensyaratkan memiliki keterampilan tertentu, seperti teknik, perawat kesehatan, administrasi dan perbankan.
      Pada perguruan tinggi Islam pun sejatinya juga mengalami berbagai perubahan dan perkembangan. Dinamika dalam pendidikan tinggi Islam ini salah satunya dapat diraba dari perubahan status dari Sekolah Tinggi, menjadi Institut, hingga kini menjadi Universitas. Dengan demikian, materi dan bahan ajar yang ditawarkan di perguruan tinggi Islam yang kini mayoritas menjadi Universitas, tidak hanya disiplin ilmu agama Islam saja, melainkan juga berbagai disiplin ilmu umum.














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dasar pendidikan Islam yakni: “Al-qur`an, sunnah, ra`yu, dasar historis, dasar sosial, dasar ekonomi, dasar politik, dasar psikologis dan dasar fisiologis”.
Adapun dasar pendidikan di Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2 tahun 1989 dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Sedangkan pelaksanaan pendidikan islam di Indonesia sejatinya berlangsung sejak masuknya Islam di Indonesia dengan masjid sebagai pusat peribadatan dan tempat belajar. Setelah penggunaan masjid cukup optimal, maka muncullah “pesantren” yang kemudian menjadi “akar pendidikan Islam di Indonesia”. Keberadaan pesantren senyatanya mendorong lahirnya lembaga-lembaga pendidikan Islam lain setelah pesantren, di antaranya madrasah, sekolah-sekolah Islam dan Perguruan Tinggi Islam. Dalam perjalanannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tak luput dari berbagai dinamika yang ada, seiring dengan perkembangan zaman. Pesantren, dari jenis pesantren tradisional ke pesantren modern. Madrasah yang semakin memperbaiki kualitasnya dengan berbagai upaya, salah satunya peningkatan kualitas guru. Dan, perguruan tinggi Islam yang dulunya masih berstatus Sekolah Tinggi, berkembang menjadi Institut hingga akhirnya menjadi Universitas.
B.     Saran
Penulis menyadari jika dalam tulisan ini masih banyak kekurangan. Karena itu penulis berharap masukan dan saran yang membangun agar sempurnanya makalah ini.










DAFTAR PUSTAKA
Dra.Hj.Nur Uhbiyati.2005. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung:Pustaka Setia
Drs. Bukhari Umar, M.Ag.2010. Ilmu Pendidukan Islam, Jakarta:Amzah



[1]Dra.Hj.Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka Setia,2005,hal.19-22
[3] Drs. Bukhari Umar, M.Ag, Ilmu Pendidukan Islam, Jakarta:Amzah,2010, hal.46-49

Tidak ada komentar: