NAMA : HAYATUN SAKINAH
NIMKO : 1216.15.1369
MAKUL : ULUMUL QUR’AN
DOSEN : MIFTAH ULYA MA
MUNASABAH AL-QUR’AN
A. Pengertian Munasabah
Munasabah secara bahasa berasal dari kata ناَسَبَ-يُنَاسِبُ-مُنَاسَبَةً yang berarti dekat, serupa, mirip, dan rapat. الْمُنَاسَبَة sama artinya dengan المُقَارَبَة yakni mendekatkannya dan
menyesuaikannya. Annasib juga
berarti ar-rabith, yakni ikatan, pertalian, hubungan.
Secara istilah, munasabah berarti hubungan atau keterkaitan dan
keserasian antara ayat-ayat Al-Qur’an. Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh
imam As-Sayuti, mendefiisikan munasabah itu kepada keterkaitan ayat-ayat
Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai
suatu ungkapan yang rapi dan sistematis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
munasabah adalah suatu ilmu yang membahas tentang keterkaitan atau keserasian
ayat-ayat Al-Qur’an antar satu dengan yang lain.
·
Menurut az-zarkasyi: munasabah
adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan pada akal, pasti akal
itu akan menerimannya.
·
Menurut Manna’al-Qaththan: munasabah
adalah sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan dalam satu ayat atau anta rayat
pada beberapa ayat, antar surat (di dalam al-qur’an).
·
Menurut al-Biqa’i: munasabah
adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau
urutan bagian-bagian Al-qur’an, baik ayat dengan ayat atau surat dengan surat.
B. Macam-macam Munasabah dan
contohnya
Menurut
Nashr Hamid Abu Zaid hubungan (munasabah) Al-Qur’an dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu :
1.
Munasabah antar surat
Dalam hal ini Nashr Hamid telah
membagi sedikitnya 4 bagian:
a.
Hubungan stilistika-kebahasaan,contohnya
adalah hubungan khusus antara surat al-fatihah dengan surat al-baqarah.
Termasuk dalam kategori ini adalah munasabah antar surat pendek. Hubungan
antara surat al-fiil dengan surat al-Quraisy adalah hubungan kebahasaan yang
mengubah keduanya menjadi 1 surat apabila kita menerima pandangan ulama klasik
terhadap kedua surat tersebut.
b.
Hubungan antara “dalil” dengan “keraguan akan dalil” atau
disebut juga dengan hubungan ta’wil. Contohnya adalah hubungan antar surat
al-Baqarah dengan surat Ali Imron. Urutan surat dalam mushaf didasarkan pada
asas yang didasarkan pada asas mendahulukan yang universal yang dibentuk oleh
surat al-Fatihah kemudian surat al-Baqarah yang bertugas menjelaskan
hukum-hukum dan secara khusus surat ali Imron memuat jawaban atas keragu-raguan
musuh akan hukum-hukum tersebut. Surat An-Nisa dan al-Maidah memiliki kedudukan
sebagai perincian legislasi bagi ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
hubungan sosial dan ekonomi, kemudian dua surat berikutnya yaitu al A’raf
menjelaskan tujuan tujuan dan sasaran-sasaran syari’at dari rincian hukum
tersebut
c.
Hubungan ritmik yang didasarkan
pada ritme “fashilah”. Contohnya adalah hubungan antara surat al-Lahab dengan
surat al-Ikhlas.
d.
Hubungan antar surat pendek
adalah hubungan kekontrasan, yaitu tipe yang dapat ditemukan antar surat
al-Maun dengan surat al-Kautsar disatu sisi dan antara surat ad-Duha dan al-Syarh
disisi lain.
2. Munasabah antar ayat
Pada dasarnya, konsep kesatuan
teks (wihdah al-nash) merupakan konsep yang merujuk pada persoalan I’jaz, yaitu
sebuah persoalan yang dalam skala besar mengacu kepada perbedaan antara
pembicara teks (Allah) dengan pembicara- pembicara selain-Nya. Oleh karena itu,
para penganjur ilmu munasabah menghindari pembicaraan tentang munasabah antar
ayat, yang aspek keterkaitan antar ayatnya sangat jelas, seperti: “Apabila
yangt kedua terhadap yang pertama merupakan bentuk penegasan, penafsiran, atau
bantahan dan tekanan”..
Sedangkan
macam-macam munasabah menurut Abdul Jalal yang ditinjau dari sifatnya,
munasabah dibagi menjadi dua bagian, yaitu
1. Dzahir
al-Irtibath (persesuaian yang nyata)
Dzahir
al-Irtibath yaitu yang persesuaian
antara bagian yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat. Karena kaitan
kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali. Sehingga yang satu tidak bisa
menjadi kalimat yang sempurna
ayat yang satu itu sebagai penguat, penafsir, penyambung, penjelasan, pengecualian/ pembatasan dari ayat yang lain. Sehingga ayat-ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang sama. Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surat al-Isra’ :
ayat yang satu itu sebagai penguat, penafsir, penyambung, penjelasan, pengecualian/ pembatasan dari ayat yang lain. Sehingga ayat-ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang sama. Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surat al-Isra’ :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha”.
Ayat tersebut menerangkan Isra Nabi Muhammad
saw. Selanjutnya, ayat 2 surat al-Isra yang berbunyi :
وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلا
“Dan kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat)
dan kami jadikan Kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil”.
Ayat tersebut menjelaskan diturunkannya kitab
Taurat kepada Nabi Musa as. Persesuaian antara kedua ayat tersebut ialah tampak
jelas mengenai diutusnya kedua Nabi/ Rasul tersebut.
2. Khafiyyul
istibadh (Persambungan tidak jelas )
Samarnya persesuaian antara pertalian untuk
keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat atau surat itu sendiri-sendiri
baik karena ayat-ayat yang satu itu diathofkan kepada yang lain, atau karena
yang satu bertentangan dengan yang lain. Contohnya, seperti hubungan antara
ayat 189 surat Al-Baqarah dengan ayat 190 surat Al-Baqarah. Ayat 189 surat
Al-Baqarah tersebut berbunyi :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan
(bagi ibadat) haji”.
Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit/tanggal
untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji. Sedangkan ayat 190 surat
Al-Baqarah berbunyi :
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas”.
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang
kepada orang-orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat
tersebut seperti tidak ada hubungannya / hubungan yang satu dengan yang lainnya
samar. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut yaitu, ayat
189 surat al-Baqarah mengenai soal waktu untuk haji, sedang ayat 190 surat
al-Baqarah menerangkan sebenarnya, waktu itu haji umat Islam dilarang
berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh
itu harus dibalas, walaupun pada musim haji.
C. Faedah Ilmu Munasabah
1. Mengetahui
persambungan hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau
ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lainnya. Sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an dan memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan.
2. Diketahui mutu
dan tingkat kebahagiaan bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang
satu dengan yang lain. Serta persesuaian ayat atau suratnya yang satu dengan
yang lain, sehingga lebih meyakinkan kemukjizatannya, bahwa Al-Qur’an itu
betul-betul wahyu dari Allah SWT, dan bukan buatan Nabi Muhammad Saw.
3. Membantu dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat/
sesuatu ayat dengan kalimat/ ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah
pengistimbatan hukum-hukum atau isi kandungannya.
- B. Beberapa Contoh Munasabah Dalam al-Qur’an
Untuk membuktikan apakah ada
hubungan antara surat atau ayat dengan surat atau ayat lain dalam al-Qu’an
berikut beberapa contoh.
a). Hubungan surat al-‘Alaq [96]
dengan surat al-Qadar [97]. Dalam surat al-‘Alaq, nabi dan umatnya disuruh
membaca (iqra), yang harus dibaca itu banyak sekali di antaranya adalah
al-Qur’an. Maka wajarlah jika surat berikutnya adalah surat al-Qadar yang
menjelaskan turunya al-Qur’an. Inilah keserasian susunan surat dalam al-Qur’an.
b). Hubungan surat al-Baqarah dengan
surat al-Fatihah. Pada awal surat al-Baqarah tertulis “kitab al-Qur’an ini
tidak ada keraguan di dalamnya. Pada surat al-Fatihah tercantum kalimat “tunjukilah
kami jalan yang lurus,”ini berarti bahwa ketika mereka meminta “tunjukilah
kami jalan yang lurus,” maka Allah menjawab: jalan lurus yang kalian minta
ini adalah al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya.”
c). Keserasian surat al-Kautsar
[108] dengan surat al-Ma’un [107]. Hubungan ini adalah hubungan dua hal yang
berlawanan. Dalam surat al-Ma’un, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafik;
bakhil (tidak memberi makan fakir miskin dan anak yatim), meninggalkan shalat, riya,
(suka pamer), dan tidak mau membayar zakat. Dalam surat al-Kautsar Allah
mengatakan “sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu banyak sekali
(lawan dari bakhil, mangapa kamu bakhil?, tetaplah menegakkan shalat); shalat
kamu itu hendaklah karena Allah saja, dan berkorbanlah, lawan dari enggan
membayar zakat. Inilah keserasian yang amat mengagumkan sebagai petanda adanya
hikmah dalam susunan surat-surat dalam al-Qur’an.
Hubungan Surah Al-Lahab dengan Surah
Al-Ikhlas
Surat Al Lahab mengisyaratkan bahwa
kemusyrikan itu tidak dapat dipertahankan dan tidak akan menang walaupun
pendukung-pendukungnya bekerja keras. Surat Al Ikhlash mengemukakan bahwa
tauhid dalam Islam adalah tauhid yang semurni-murninya.
(1). Munasabah antara surah
dengan surah.
Keserasian hubungan atau munasabah
antar surah ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu
surah dengan surah lainnya. Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing
surah, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema
sentral, sedangkan surah-surah yang lainnya menguraikan sub-sub tema berikut perinciannya
baik secara umum maupun secara parsial. salah satu contoh yang dapat diajukan
di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surah beruntun,
masing-masing Q. S al-Fatihah. (1), Q. S al-baqarah dan Q. S Al-Imran.
Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah
al-Fatihah:
$tRω÷d$# xÞºuÅ_Ç9$#
tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ
Artinya: “Tunjukan kami ke jalan
yang lurus”
Lalu dijelaskan di dalam surah
al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an,
sebagaimana disebutkan:
y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu‘ ¡
Ïm‹Ïù ¡ “W‰èd z`ŠÉ)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
.
Artnya: “Kitab ini tidak ada
keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.
(2). Munasabah antara satu
surat dengan surat sebelumnya.
Untuk mencari munasabah
antara satu surat dengan surat sebelumnya, as-Suyuthi menyimpulkan bahwa satu
surat berfungsi menerangkan atau menyempurkan ungkapan pada surat sebelumnya.
Sebagai contoh dalam surat al-Bawarah [2] ayat 152 dan 182:
فاذكروني
أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون
Ayat-ayat dari surat ini menerangkan
dan menyemprnakan dari surat sebelumnya al-fatihah [1] ayat 2:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Begitu juga ayat 21-22 surat
al-Baqarah [2]:
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ {21} الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشًا
وَالسَّمَآءَ بِنَآءًوَأَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ
الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلاَ تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ
تَعْلَمُونَ
Merupakan penyempurnaan dari
ungkapan (رَبِّ الْعَالَمِينَ)dalam surat
al-fatihah.
(3). Munasabah Antara Nama
Surat Dengan Kandungan Isinya
Nama suatu surah pada dasarnya bersifat tawqifi. Namun beberapa bukti
menunjukkan bahwa suatu surah terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua
nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebu. Para ahli tafsir
sebagaimana yang dikemukan oleh sayuthi melihat adanya keterkaitan antara
nama-nama surah dengan isi atau uraian yang dimuat dalam suatu surah. Kaitan
antara nama surah dengan isi ini dapat di indentifikasikan sebagai berikut:
(1). Nama diambil dari urgensi isi
serta kedudukan surah. Nama surah al-fatihah disebut dengan umm al-kitab karena
urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya. (2). Nama diambil
dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu syarat dengan ide. Di sini
dapat disebut nama-nama surah: al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan
sebagainya. (3). Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-ikhlas karena
mengandung ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan; al-Mulk,
mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.
(4). Munasabah Antara
Nama Surah Dengan Kandungan Isinya.
Nama suatu surah pada dasarnya
bersifat tawqifi. Namun beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surah
terkadang memiliki satu nama dan terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada
rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan
oleh al-Sayuthi melihat adanya keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi
atau uraian yang dimuat dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi
ini dapat di indentifikasikan sebagai berikut :
a. Nama diambil dari urgensi isi
serta kedudukan surah. Nama surah al-Fatihah disebut dengan umm al-Kitab karena
urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena kedudukannya.
b. Nama diambil dari perumpamaan,
peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang dipparkan pada rangkaian
ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan
ide. Di sini dapat disebut nama-nama surah : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil,
al-Lahab dan sebagainya.
c. Nama sebagai cerminan isi
pokoknya, misalnya al-ikhlas karena mengandung ide pokok keimanan yang paling
mendalam serta kepasrahan ; al-Mulk mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan
sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik
untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang tersebar diberbagai surah.
Contoh al-Hajj ( dengan spesifik tema haji ), al-Nisa ( dengan spesifik
tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa yang berarti kaum
wanita adalah lambang keharmonisan rumah tangga.
e. Nama diambil dari huruf-huruf
tertentu yang terletak dipermulaan surah, sekaligus untuk menuntut perhatian
khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai huruf itu. Contohnya :
Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.
(5). Munasabah Antara Satu
Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat.
Munasabah antara satu kalimat dengan
kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya
hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika hilang atau terputus
salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini
memperlihatkan ciri-ciri ta’kid / tasydid ( penguat / penegasan ) dan tafsir /
I’tiradh ( interfretasi / penjelasan dan ciri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid
:
“فإن لم
تفعلوا “ , dikuti “ ولن تفعلوا”
( Q.S al-Baqarah / 2 : 24 ).
Contoh tafsir :
سبحان
الذى اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الأقصى
Kemudian diikuti dengan
الذى
باركنا حوله لنريه من اياتنا ( الإسراء / 17 : 1
).
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi
tidak langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘ athaf ‘ dan
terkadang tidak ada. Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :
a. Susunan kalimat-kalimatnya
berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan yang tak dapat
diputus dengan fashilah.
Salah satu contoh :
ولئن
سألتهم من خلق السماوات والأرض __ ليقولون الله __ قل الحمد لله ( لقمان : 25 ).
b. Munasabah berbentuk
istishrad ( penjelasan lebih lanjut ). Contoh :
يسألونك
عن الأهلة ___ قل هى ___ ( البقرة / 2 : 189
).
c. Munasabah berbentuk nazhir
/ matsil ( hubungan sebanding ) atau mudhaddah / ta’kis ( hubungan kontradiksi
). Contoh :
ليس
البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ___ ولكن البر … ( البقرة / 2 : 177 ).
(6). Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunya.
Al-Biqai menjelaskan bahwa nama-nama
surat al-Qur’an merupakan “inti pembahasan surat tersebut serta penjelasan
menyankut tujuan”. Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang sangat
menonjol, dan itu tercermin dalam nama-nama masing-masing surat, seperti surat
al-Baqarah, surat yusuf, surat an-Naml, dab surat al-Jinn. Cerita tentang lembu
betina dalam surat al-Baqarah umpamanya merupakan inti pembicaraan surat
tersebut, yaitu kekuasaan Allah membangkitkan orang mati. Surat Yusuf
mengisahkan Nabi Yusuf a.a.s. yang dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya,
kemudian setelah menjadi orang orang istana ia difitnah memperkosa Zulaekha,
permasuri penguasa Mesir, padahal justru wanita itu yang berusaha memaksa Yusuf
melakukan pembuatan tidak terpuji. Surat al-Jinn yang mengisahkan bahwa Jin
adalah mahluk yang juga sering mendengarkan bacaan al-Qur’an, dsb. Singkat
cerita semua nama surat mencerminkan isi dari surat itu.
(7). Munasabah Antara Ayat
Dengan Ayat Dalam Satu Surah.
Untuk melihat munasabah semacam ini
perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada pandangan datar yaitu meskipun dalam
satu surah tersebar sejumlah ayat, namun pada hakikatnya semua ayat itu
tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta
jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat
diawal Q.S al-Baqarah 1 – 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan,
kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman,
kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surah al-Mu’minun dimulai
dengan :
قد
أفلح المؤمنون “Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman”.
Kemudian dibagian akhir surah ini
ditemukan kalimat :
انه
لا يفلح الكافرون.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir
itu tidak beruntung”.
(8). Munasabah Antara Penutup
Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri.
Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu
al-Tamkin ( mengukuhkan isi ayat ), al-Tashdir ( memberikan sandaran isi ayat
pada sumbernya ), al-Tawsyih ( mempertajam relevansi makna ) dan al-Ighal (
tambahan penjelasan ).
Sebagai contoh :
فتبارك
الله احسن الخالقين mengukuhkan
ثم خلقنا النطفة علقة bahkan
mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya ( al-Mukminun : 12 – 14 ).
Kalimat-kalimat : لقوم
يتفكرون
, لقوم يعقلون , لقوم يفقهون selalu menjadi
sandaran isi ayat. Kata “halim” sangat erat hubungannya dengan ‘ibadat,
sementara “rasyid” kuat hubungannya dengan al-amwal seperti bunyi ayat
Q.S Hud : 87 berikut :
قالوا
يا شعيب أصلاتك تأمرك أن نترك مايعبد اباؤنا أو أن نفعل فى أموالنا مانشاؤا إنك
لأنت الحليم الرشيد
Sedangkan bentuk al-Ighal dapat
dijumpai pada Q.S al-Naml ( 27 ) : 80 :
انك
لاتسمع الموتى ولاتسمع الصم الدعاء إذا ولوا مد برين
Kata “Wallaw” yang artinya
‘bila mereka berpaling’ berfungsi sebagai penjelasan terhadap arti ( orang tuli
).
(9). Munasabah Antara Awal
Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah.
Salah satu rahasia keajaiban
al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal uraian
suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh
al-Zamakhsyari demikian juga al-Kirmani bahwa Q.S al-Mu’minun diawali dengan “قد افلح المؤمنون “ ( respek Tuhan kepada orang-orang Mukmin
) dan diakhiri dengan “انه لايفلح الكافرين
“ ( sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang Kafir ). Dalam
Q.S al-Qashas, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang
perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surah dengan
Nabi Muhammad Saw yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada
situasi yang dihadapi oleh Musa As dan Muhammad Saw, serta jaminan Allah bahwa
mereka akan memperoleh kemenangan.
(10).Munasabah Antara Penutup
Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya.
Misalnya akhir surah al-Waqi’ah / 96
:
فسبح
باسم ربك العظيم
“Maka bertasbihlah dengan ( menyebut
) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.
Lalu surah berikutnya, yakni surah
al-Hadid / 57 ayat 1 :
سبح
الله مافى السموات والأرض وهو العزيز الحكيم
“Semua yang berada di langit dan di
bumi bertasbih kepada Allah ( menyatakan kebesaran Allah ). Dan Dia-lah Maha
Kuasa atas segala sesuatu”.
(11). Munasabah Antar Ayat
Tentang Satu Tema.
Munasabah antar ayat tentang satu
tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh
al-Kisa’I dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan metodologi munasabah
dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang berjudul al-Burhan
fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah
al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abd Allah al-Razi dan Malak
al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah
( tegaknya suatu kepemimpinan ). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling
bermunasabah, yakni Q.S al-Nisa ( 4 ) : 34 :
الرجال
قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض و بما أنفقوا من أموالهم.
Dan Q.S al-Mujadalah ( 58 ) : 11 :
يرفع
الله الذين امنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات والله بما تعملون خبير.
Tegaknya qiwamah ( konteks
parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa ) erat sekali kaitannya dengan faktor
Ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q.S al-Nisa menunjuk kata
kunci “Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm” . Antara “Bima fadhdhala” dengan
“yarfa’” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai
lebih yang muncul karena faktor ‘Ilmu.
Munasabah al-Qur’an diketahui
berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi ( tawqifi ). Setiap
orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam Kitab al-Qur’an.
(12). Munasabah Penutup Surat Terdahulu dengan Awal Surat Berikutnya.
Munasabah semacam ini menurut al-Suyuthi (w. 910 H), terkadang tampak
jelas, dan terkadang tampak tidak jelas. Selanjutnya al-Suyuthi dalam al-Itqan
banyak memberikan contoh tentang munasabah antara awal uraian dengan akhir
uraian suatu sura. Sebagai contoh misalnya terlihat pada surat al-Mukminun,
surat ini dimulai dengan peryataan: Qad aflaha al-mukminun, yaitu
peryataan hipotetik bahwa orang mukmin akan mendapat kemenangan, dan mereka
pasti menang. Di akhir surat di akhiri dengan peryataan la Yufli al-Kafirun,
sebagai isyarat bahwa orang kafir tidak akan mendapat kemenangan. Jelaslah
bahwa dua peryataan ini melukiskan perlawanan antara dua situasi, yaitu dua
akhir dari dua hal yang bertolak belakang.
شبح
لله ما في السموات والارض وهو العزيز الحكيم
“semua yang berada di langit dan
yang di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan dialah
Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Ayat ini bermunasabah dengan
akhir surat sebelumnya “al-waqi’ah” yang memerintahkan bertasybih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar