MATA KULIAH DOSEN PEMBIMBING
PSIKOLOGI BELAJAR DRS. MULYADI.MA
MAKALAH
ANAK
DIDIK BELAJAR DAN GURU MENDIDIK
Disusun oleh:
KELOMPOK
1:
ABDUL
HAMID
NIMKO:
1216.15.1375
HAYATUN
SAKINAH
NIMKO:
1216.15.1369
HUSNA
FADILAH
NIMKO:
1216.15.1368
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PEKANBARU
1437
H/ 2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat kasih dan sayang-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah “Psikologi Belajar” yang bertemakan “Anak Didik
Belajar dan Guru Mendidik”. Makalah
ini dimaksudkan agar kita dapat mengerti tentang . Adapun penjelasan-penjelasan
pada makalah ini penulis ambil dari beberapa sumber buku dan website .
Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen
dan teman-teman yang telah membantu
penulis untuk menyelesaikan makalah ini, akan tetapi penulis juga menyadari bahwa terdapat kekurangan
didalam makalah ini. Untuk itu dengan senang hati penulis menerima kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamualaikum wr.wb.
Pekanbaru, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGENALAN TENTANG ANAK
DIDIK DAN PROSES BELAJAR
B. PERBEDAAN PADA SETIAP ANAK
DIDIK
C. GURU SEBAGAI PRIBADI KUNCI
BAGI ANAK DIDIK
D. GURU SEBAGAI PENGAJAR DAN
PENDIDIK
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. KRITIK DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Sebenarnya pendidikan anak itu sudah dimuali
sejak Yunani dan Romawi Kuno, namun belum memandang anak tidak sebagai mana
mestinya. Pada abad ke-17 Yoman Amos Comeniusyang pertama kali memandang anak
didik yang mempunya sifat-sifat tertentu, yang tidak boleh dipandang sebagai
orang dewasa. Ini tertulis di dalam buku Didactica Magna.[1]
Anak
didik adalah subjek utama dalam pendidikan. Dialah yang belajar setiap saat.
Belajar anak didik tidak mesti harus selalu berinteraksi dengan guru dalam
proses interaksi edukatif. Dia juga bisa belajar mandiri tanpa harus menerima
pelajaran dari guru di sekolah. Bagi anak didik belajar seorang diri merupakan
kegiatan yang dominan, setelah pulang sekolah anak didik harus belajar di
rumah, mereka mungkin menyusun jadwal belajar pada malam, pagi dan sore hari,
demikian lah anak didik selalu belajar dengan jadwal belajar yang telah
diprogramkan.
Guru yang mengajar dan anak didik
yang belajar, karenanya Withering ton (1986:1135) mengatakan bahwa teacher’s
activity is stimulate learning activity, teaching is not a routime process, it
is original, inventive, creative. Mengajar adalah transfer of knowledge
kepada anak didik. Mengajar selalu berlangsung dalam suatu kondisi yang di
sengaja untuk diciptakan untuk mengantarkan anak didik kearah kemajuan dan
kebaikan. Guru adalah spiritual father bagi anak didik. Kemuliaan guru akan
tercermin dalam kebaikan perilaku anak didik. Sekolah sebagai panti
rehabilitasi anak merupakan laboratorium keilmuan bagi guru dalam mengajar dan
membelajarkan anak didik dalam perspektif keilmuan. Di tempat ini anak didik
belajar bebas terpimpin, aktif, kreatif, dan mandiri di bawah bimbingan dan
pengawasan yang mulia dari guru. Sebagaimana bahwa psikologi belajar adalah
sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori, mengenai belajar, terutama
mengupas bagaimana individu belajar dan melakukan pembelajaran.[2]
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang di maksud Anak didik dan proses belajar?
2. Apakah setiap anak didik berbeda?
3. Bagaimana guru sebagai pribadi kunci?
4. Apa yang dimaksud guru sebagai pengajar dan pendidik?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian anak didik dan proses
belajar.
2.
Mengetahui perbedaan anak didik.
3.
Mengetahui guru sebagai sebagai pribadi kunci
bagi anak didik.
4.
Mengetahui pengertian guru sebagai pengajar dan
pendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGENALAN
TENTANG ANAK DIDIK DAN PROSES BELAJAR
Salah satu tujuan dari pendidikan adalah
menolong anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu
pendidikan sangat menguntungkan baik bagi anak maupun bagi masyarakat. Anak
didik memandang sekolah sebagai tempat mencari “bekal”yag akan membuka dunia
bagi mereka.
Bimbingan merupakan sebagian dari
pendidikan, yang menolong anak didik tidak hanya mengenal diri serta
kemampuannya tetapi juga mengenal dunia di sekitarnya. Tujuan bimbingan adalah
untuk menolong anak didik dalam perkembangan seluruh kepribadian dan
kemampuannya. Hal ini hanya dapat tercapai apabila potensi,pribadi dan segala
hal yag berpengaruh diketahui sebelumnya. Dengan kata lain agar dapat menolong
anak ia harus dikenal dalam segala aspeknya dan dalam kontek (situasi) hidupnya
dimana ia hidup. Tanpa pengenalan tidak mungkin kita membuat rencana yang
efektif untuk mengadakan perubahan dalam diri anak tersebut. Tidak mungkin kita
membahas jalan keluar atau penyelesaian dari masalah anak.[3]
Peserta didik yang sering membuat
masalah, seringkali disebabkan oleh kurangnya perhatian dari oang tuanya.
Biasanya orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Banyak orang tua yang
tidak bisa menyisihkan waktu untuk anaknya. Oleh karena itu, kesempatan mereka
bersama anak-anak mereka sangat kurang. Akibatnya kehidupan anak lebih banyak
dihabiskan bersama teman-temannya, pembantu, televisi, atau berbagai mainan
kesukaannya. Lalu kepada siapa mereka akan curhat ketika mereka memiliki
masalah di sekolah? Kepada siapa mereka akan menumpahkan perasaan mereka ketika
dijauhi oleh teman-temannya? Apakah pembantu, televisi dan mainan itu cukup
untuk menjadi teman curhat mereka? Oleh karena itu, peran seorang pendidik
dalam menolong peserta didiknya, terutama bagi yang bermasalah, sangat di
harapkan.[4]
Hakikat belajar adalah perubahan
tetapi tidak semua perubahan berarti belajar. Setelah melakukan kegiatan
belajar didapatkan hasil yang efektif dan efisien tentu saja diperlukan
prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan jalan ke arah
keberhasilan belajar. Oleh karena itulah, beberapa prinsip belajar berikut ini
perlu ditelaah dengan seksama untuk mendapatkan pengertian yang mendalam
sehingga dapat menerangkan ke dalam kegiatan belajar baik di rumah maupun di
sekolah.
1. Prinsip Bertolak Dari
Motivasi
Motivasi untuk belajar adalah
penting dalam melakukan kegiatan belajar. Motivasi merupakan pendorong yang
dapat melahirkan kegiatan bagi seseorang. Seseorang yang bersemangat untuk
menyelesaikan suatu kegiatan karena ada motivasi yang kuatir dalam dirinya.
Motivasi sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke
dalam bentuk suatu kegiatan nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi
merupakan faktor menentukan dan berfungsi menimbulkan, mendasari dan
mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam
mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar
kesuksesan, tampak gigih, tidak mau menyerah, giat belajar. Sebaliknya mereka
yang memotivasi lemah, tampak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju
pada pelajaran, suka mengganggu kelas, sering meninggalkan pelajaran, akibatnya
banyak mengalami kesulitan belajar. Akhirnya, motivasi mempunyai arti yang
sangat penting dalam belajar. Fungsi motivasi yang terpenting adalah sebagai
pendorong timbulnya aktivitas, sebagai pengarah, dan sebagai penggerak untuk
melakukan suatu pekerjaan.
2. Prinsip
Pemusatan Perhatian
Ketidakmampuan seseorang
berkonsentrasi dalam belajar di sebabkan buyarnya perhatian terhadap suatu
obyek. Hal inilah yang tidak di inginkan oleh siapapun yang sedang belajar.
Cukup banyak orang yang mengeluh akibat tidak mampu memusatkan perhatian,
padahal bahan pelajaran yang harus di kuasai sangat banyak. Ingin belajar ada
gangguan. Kalaupun dapat berkonsentrasi hanyalah dalam waktu yang relatif
sangat sedikit. Tetapi hal ini masih untung, karena masih ada orang lain yang
tidak mampu memusatkan perhatian walaupun sebentar. Kini perlu di sadari betapa
penting pemusatan perhatian dalam belajar. Tanpa pemusatan perhatian, motivasi
yang besarpun tidak akan banyak dapat berbuat untuk membantu mengatasinya.
Akhirnya, konsentrasi (pemusatan perhatian) adalah fungsi jiwa terhadap sesuatu
masalah atau obyek dengan mengosongkan pikiran dari hal-hal lain, yang di
anggap mengganggu.
3.
Prinsip Pengambilan Pengertian Pokok
Belajar yang berhasil adalah
ditandai tersimpan nya sejumlah kesan didalam otak. Agar sebagian besar kesan-kesan
itu dapat tersimpan didalam otak adalah tidak mudah, seperti membalikkan
telapak tangan. Pokok pikiran itu di namakan “topik”, topik itulah yang di
kembangkan menjadi sebuah paragraf. Pengambilan pengertian pokok mempercepat
penguasaan bahan yang telah di pelajari.
4. Prinsip
Pengulangan
Belajar bukanlah proses dalam
kehampaan, tetapi ber proses dengan penuh makna, agar kesan-kesan itu mudah
diangkat ke alam sadar diperlukan frekuensi pengulangan dengan memanfaatkan
kesan-kesan berupa ilmu pengetahuan itu, sesering mungkin. Artinya ilmu
pengetahuan yang di dapat dari hasil belajar harus dimanfaatkan untuk menjawab
berbagai permasalahan kehidupan. Bukan membiarkan nya mengisi otak tanpa arti. [5]
B. PERBEDAAN PADA SETIAP ANAK DIDIK
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme
beranggapan bahwa anak didik yang melakukan aktivitas belajar seperti membaca
buku, mendengarkan penjelasan guru, mengarahkan pandangan kepada seorang guru
yang menjelaskan di depan kelas, termasuk ke dalam kategori belajar, mereka
tidak melihat ke dalam fenomena psikologis anak didik. Apakah anak didik
menguasai buku yang telah di baca, apakah sudah betul-betul menguasai dan
mengerti penjelasan guru, bukanlah masalah bagi para penganut aliran
behaviorisme, yang penting bagi mereka, bila seorang telah melakukan aktivitas
belajar, itulah belajar, aliran ini berpegang pada realitas yang terlihat
dengan mata telanjang dengan mengabaikan proses mental dengan segala
perubahannya sebagai akibat dari aktivitas belajar tersebut. Karenanya, anak
didik selalu menjadi persoalan dalam proses pendidikan.[6]
. Di sekolah anak didik belajar
menurut gaya mereka masing-masing. Perilaku anak didik bermacam-macam dalam
menerima pelajaran dari guru, seorang anak didik dengan tekun dan penuh konsentrasi
menerima pelajaran dari guru atau mengerjakan tugas yang telah diberikan, anak
didik yang lain disela-sela penjelasan guru, mengambil kesempatan membicarakan
hal-hal lain yang terlepas dari masalah pelajaran, di waktu yang lain ada anak
didik yang duduk melamun yang terlepas dari pengamatan guru.Oleh karena itu,
dalam kegiatan belajar mengajar, permasalahan yang timbul dari perilaku anak
didik bermacam-macam ketika pelajaran sedang berlangsung di kelas.
Kalau persoalan perbedaan anak didik
ini tidak mendapat tempat dalam pendidikan tradisional, maka dalam pendidikan
modern masalah perbedaan individual anak ini mendapatkan perhatian prioritas
dengan memperhatikan perbedaan individual anak ini diharapkan guru jangan lagi
mengulangi kesalahan-kesalahan dalam menilai anak didik sebagai pribadi.
Kesalahan itu misalnya guru tidak mengindahkan perbedaan individual dan
mewujudkan pelajaran kepada anak-anak yang sedang, terlampau banyak
memperhatikan anak-anak yang bodoh atau yang pandai bagi kesanggupan anak. (Witheington
: 1986 : 128) Perbedaan individual anak didik cukup banyak, yang semuanya
merupakan ciri dan kepribadian anak didik sebagai individu. Suharismi Ari
Kunto; 1990 : 3) melihat kepribadian anak didik itu mencakup aspek jasmani,
agama, intelektual, sosial, etika, dan estetika. Semuanya sebagai kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Keenam aspek diatas kendati semuanya dimiliki oleh anak
didik. Karenanya, setiap anak didik punya keunikan sendiri-sendiri atas dasar
keadaan yan demikian secara ideal perlakuan terhadap anak didik harus berbeda
seutuhnya. Diakui oleh Abu Ahmadi (1991:108) bahwa anak didik selain ada
perbedaannya. Juga ada persamannya, paling tidak ada beberapa persamaan dan
perbedaan yang harus mendapatkan perhatian seperti pada aspek kecerdasan
(Inteligensi), kecakapan, prestasi, bakat, sikap, kebiasaan, ciri-ciri
jasmaniah, minat, cita-cita, kebutuhan, kepribadian dan pola-pola dan tempo
perkembangan serta latar belakang lingkungan. Kadar daya serap anak didik
terhadap bahan pelajaran bervariasi dengan tingkat keberhasilan mulai dari
kurang, minimal, optimal dan maksimal. Hal ini sebagai indikator bahwa
penguasaan bahan pelajaran oleh anak didik bermacam-macam untuk meminimalkan
tingkat perbedaan yang ekstern ini, maka berikanlah waktu yang bervariasi dalam
belajar anak didik. Dengan begitu, setiap anak didik dapat menguasai bahan
pelajaran seluruhnya. Dan kesan ada anak pandai dan anak kurang pandai dapat di
netralisasi.
C. GURU SEBAGAI PRIBADI KUNCI BAGI ANAK DIDIK
Sebagai seorang guru,kita diwajibkan
untuk mendidik atau memberikan pengajaran kepada peserta didik kita. Kita juga
berkewajiban untuk mendidik dengan keikhlasan dengan energi sepenuh hati.
Selain itu kita juga diwajibkan untuk mencintai pekerjaan kita sebagai seorang
guru dengan ketulusan hati.
Namun untuk membuka hati peserta
didik, hal guru harus berupaya untuk menumbuhkan rasa cinta kasih dan sayang
terhadap peserta didik. Dengan tujuan agar peserta didik memiliki rasa simpati
terhadap guru dan peserta didk juga mempunyai rasa cinta kasih dan sayang
terhadap gurunya. Jadi yang menjadi permasalahan di sisni adalah bagaimana cara
yang harus dilakukan oleh guru untuk agar mampu membangkitkan rasa cinta kasih
peserta didik sehingga guru lebih bersemangat untuk mengajar. Untuk itu, perlu
dikaji konsep hati berlandaskan cinta,kasih dan sayang dan diimplementasikan
dalam pembelajaran.
Toto tasmara (2001) mengemukakan
bahwa cinta adalah keinginan untuk memberi dan tidak memiliki pamrih
untuk memperoleh imbalan. Cinta bukanlah komoditas, tetapi sebuah kepedulian
yang sangat kuat terhadap moral dan kemanusiaan. Cinta
berarti kemampuan untuk membuka pintu pemaaf serta jauh dari sikap dendam dan
benci. Maka peran ketulusan hati sangat penting, artinya ketulusan hati merupakan
kunci keberhasilan dalam mendidik pesrta didik.[7]
Keberhasilan pendidikan di sekolah
tidak hanya ditentukan oleh kemahiran guru dalam mangajar, namun ditentukan
oleh bagaimana cara dia mendidik peserta didiknya. Jadi guru yang baik adalah
guru yang dapat mengajar serta mendidik siswanya. Jika guru mampu mengajar dan
mendidik secara baik, maka akan dihasilkan anak-anak yang tidak hanya pandai
secara intelektualnya, namun juga secara akhlak dan sikapnya. Pada akhirnya
akan mampu menghasilkan generasi penerusyang arif dan bijaksana.
Ada perbedaan antara mengajar dan
mendidik. Mengajar hanya terbatas pada pemberian materi ajar, sedangkan
mendidik lebih kepada bagaimana sikap dan perilaku dalam kesehariannya. Di sini
guru akan menjadi artis atau teladan bagi peserta didik. Oleh karena
itu,mengajar itu penting, namun lebih penting lagi adalah kegiatan mendidik.
Mengajar hanya mengarah pada bagaimana membangun kecerdasan dan kepandaian
manusia secara intelektual. Sedangkan mendidik lebih condong pada proses
bagaimana peserta didik dapat mengubah dirinya menjadi manusia seutuhnya, baik
secara intelektual, spiritual, moral dan sosial. Perubahan itu tidak hanya
dilakukan melalui pengajaran saja, tetapi melalui pendidikan dan keteladanan
dari seorang guru. Jadi di sini seorang guru harus lebih banyak dicontoh
daripada memberi contoh.
Sebagai pendidik tentu saja pernah
merasakan kekesalan pada siswa, karena kenalan siswa dan masalah-masalah yang
dilakukan oleh siswa. Namun kita harus berhati-hati dalam mengekspresikan
perasaan itu. Jangan sampai kita memperlihatkan kekesalan kita dihadapan
perserta didik apalagi sampai membentak peserta didik atau memukul peserta
didik. Terkadang siswa yang nakal atau sering membuat masalah itu hanya
menjadikan kenakalannya itu sebagai alat untuk mencari perhatian dari teman
atau gurunya. Di sinilah yang diperlukan keteladanan dari seorang pendidik,
terutama teladan untuk menunjukkan sikap empati terhadap siswa.
Pengabdian yang tanpa pamrih dan
sikap empati dari seorang guru sangat mereka butuhkan. Berempati merupakan
sikap peduli kepada orang lain, secara nyata baik dalam kata maupun tindakan.
Guru yang berempati adalah sosok guru yang murah senyum, ramah, lembut tetapi
tegas. Tidak akan mudah marah kepada peserta didik yang membuat ulah, tetapi ia
malah akan mencari tau mengapa siswa itu seperti itu, dan akan mencari solusi
yang tepat untuk memecahkan masalah itu.
Marah terhadap tindakan siswa yang
membuat ulah boleh saja, tetapi jangan asal marah. Jika guru hanya marah-marah
dan menyalahkan siswa yang membuat masalah, tanpa memberi perhatian dan solusi
yang tepat. Hal seperti itu justru akan menambah beban bagi siswa
tersebut. Sebagai guru yang baik harus tetap memberikan bimbingan dan
pengarahan terhadap siswa dengan setulus hati. Dengan seperti itu guru
benar-benar bisa berperan menjadi orang tua kedua bagi siswanya di sekolah. Ia
tidak akan menjadi sesosok guru yang galak dan menakutkan bagi siswa, ia justru
akan menjadi sahabat bagi para peserta didiknya.
Guru yang seperti itu sangat layak
untuk memperoleh julukan pahlawan tanpa tanda jasa, yang selalu memiliki
semangat untuk mengabdi tanpa pamrih. Ia menganggap menjadi seorang guru adalah
panggilan illahi. Jika guru adalah pahlawan, maka ia harus siap untuk berjuang
bagi banyak orang, terutama bagi peserta didiknya. Ia membukakan mata yang buta
pengetahuan, membebaskan mereka, yang terbelenggu kebodohan serta memberi
tuntunan terhadap mereka yang tidak tahu arah tujuan. Ini adalah pengabdian
besar dan tidak mudah. Guru yang memiliki empati tidak akan menjadikan sekolah
sebagai lahan bisnis, melainkan lahan perjuangan untuk membangun generasi muda
yang arif dan bijaksana. Guru yang tidak hanya menguasai bidang
pengajarannya, tetapi juga yang sadar akan tugasnya sebagai pendidik. Ia sadar
sepenuhnya bahwa siswanya tidak hanya meneladani apa yang ia ajarkan melalui
pembelajaran dalam kelas, tetapi terlebih dari sikap dan perilaku sang guru.
Jadilah seorang guru yang selalu di harapkan kehadirannya dan di sayangkan
kepergiannya oleh peserta didik. Didiklah penerus bangsa ini dengan hati yang
tulus dan ikhlas.
Secara keseluruhan guru adalah
figure yang menarik perhatian semua orang, entah dalam keluarga, dalam
masyarakat atau di sekolah. Tidak ada seorang pun yang tidak mengenal figure
guru. Hal ini di karenakan figure guru itu bermacam-macam. Masyarakat melihat
guru sebagai figure yang kharismatik kemuliaan seorang guru tercermin dari
kepribadian sebagai manifestasi dari sikap dan perilaku dari kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu sedikit cela dan nista dari pribadi guru, maka
masyarakat akan mencaci habis-habisan dan hilanglah wibawa itu. Di sekolah,
figure guru merupakan pribadi kunci gurulah panutan utama bagi anak didik.
Semua sikap dan perilaku guru akan dilihat, di dengar, dan ditiru olah anak didik.
Sebagai pribadi yang selalu di gugu dan di tiru, tidaklah berlebihan bila anak
didik selalu mengharapkan figure guru yang senantiasa memperhatikan kepentingan
mereka. Figure guru yang selalu memperhatikan kepentingan anak didik biasanya
mendapatkan ekstra perhatian dari anak didik. Anak didik senang dengan sikap
dan perilaku yang baik yang di perlihatkan oleh guru.
Seperti di kutip oleh Syaiful Bahri
Djamarah (1994:61), Frend W, Hart telah melakukan penelitian terhadap 3,725
orang anak didik HIG HTS School di Amerika Serikat. Dari hasil penelitiannya
itu, dia menyimpulkan dengan mengemukakan 10 sikap yang baik dan di senangi
anak didik sebagai berikut :
a)
Sikap
menolong pekerjaan sekolah dan menerangkan pelajaran dengan jelas dan mendalam
serta menggunakan contoh-contoh yang baik dalam mengajar.
b)
Periang
dan gembira.
c)
Bersikap
bersahabat, merasa sebagai anggota dalam kelompok kelas.
d)
Menaruh
perhatian dan memahami anak didiknya.
e)
Berusaha
agar pekerjaan menarik.
f)
Tegas,
sanggup menguasai kelas dan dapat membangkitkan rasa hormat.
g)
Tidak
ada yang lebih di senangi, tak pilih kasih.
h)
Tidak
suka mengomel, mencela, dan sarkastis.
i)
Anak
didik benar-benar merasakan bahwa ia mendapatkan sesuatu dari guru.
j)
Mempunyai
pribadi yang dapat diambil contoh dari pihak anak didik dan masyarakat
lingkungannya.[8]
D. GURU SEBAGAI PENGAJAR DAN PENDIDIK
Guru adalah salah satu unsur manusia
dalam proses pendidikan. Unsur manusiawi lainnya adalah anak didik. Guru dan
anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan, keduanya berada dalam proses
interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru yang mengajar
dan mendidik dan anak didik yang belajar dengan menerima bahan pelajaran dari
guru di kelas. Oleh karena itu, walaupun mereka berlainan secara fisik dan
mental, tetapi mereka tetap seiring dan setujuan untuk mencapai kebaikan
akhlak, kebaikan moral, kebaikan hukum, kebaikan sosial dan sebagainya. Semua
norma tersebut di atas tidak akan pernah dimiliki oleh anak didik bila guru
tidak mentransformasikannya dengan kegiatan belajar mengajar. Mengajar adalah
tugas guru untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran kedalam otak anak didik.
3
Tugas pokok guru di sekolah. Sekolah adalah lembaga pendidikan dengan kegiatan
inti proses belajar dan mengajar. Proses belajar dilakukan oleh siswa, bahkan
oleh guru sendiri. Kedua proses tersebut berlangsung dalam tempat dan waktu
bersamaan. Saat guru mengajar namun
saat itu pulalah sesungguhnya seorang guru sedang belajar.
Namun demikian sasaran utama pembelajaran di
sekolah adalah proses belajar siswa. Artinya, pembelajaran di ruang kelas
menitik beratkan pada proses bagaimana siswa belajar. Peran guru adalah
bagaimana menciptakan suasana belajar sesuai tugas pokoknya dalam pendidikan di
sekolah.
Berkaitan dengan pendidikan di lembaga sekolah,
ada 3 tugas pokok guru dalam pendidikan. Uraiannnya sebagai berikut:
1.Mengajar.
Mengajar mengandung arti
dangkal yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa.
Mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada siswa sesuai disiplin ilmu yang
diasuh. Sasaran tugas ini adalah aspek kognitif siswa. Untuk
melaksanakan hal ini diperlukan strategi dan metode, serta media pembelajaran yang
sesuai.
2.Mendidik.
Mendidik termasuk tugas guru yang agak komplit
dan rumit. Tugas ini berkaitan dengan sikap dan tingkah laku yang baik.
Bagaimana mengubah sikap dan perilaku siswa ke arah yang lebih baik.
Dalam satu kelas diisi oleh siswa dengan
berbagai karakter dan tingkah laku. Aneka karakter yang dimiliki oleh siswa
akan dikembangkan dan diarahkan kepada karakter dan tingkah laku yang lebih
baik.
Mengembangkan karakter dan tingkah laku siswa
ke arah yang lebih baik tidak bisa diajarkan melalui doktrin-doktrin. Yang
diperlukan adalah suri tauladan dan contoh-contoh yang baik dan nyata dari
seorang guru. Konsekuensinya adalah guru perlu berkepribadian yang baik sesuai
norma-norma yang berlaku.
3.Melatih.
Tugas guru melatih siswa tidak sama dengan
seorang pelatih lainnya. Tugas guru ini
sejalan dan bersifat sinergis. Saat mengajar dan mendidik, maka saat itu pula
dapat dilaksanakan tugas guru sebagai pelatih. Melatih dengan berbagai
kemampuan dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik.[9]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Guru
adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Unsur manusiawi
lainnya adalah anak didik. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi
kejiwaan, keduanya berada dalam proses interaksi edukatif dengan tugas dan
peranan yang berbeda. Guru yang mengajar dan mendidik dan anak didik yang
belajar dengan menerima bahan pelajaran dari guru di kelas. Oleh karena itu,
walaupun mereka berlainan secara fisik dan mental, tetapi mereka tetap seiring
dan setujuan untuk mencapai kebaikan akhlak, kebaikan moral, kebaikan hukum,
kebaikan sosial dan sebagainya. Semua norma tersebut di atas tidak akan pernah
dimiliki oleh anak didik bila guru tidak mentransformasikannya dengan kegiatan
belajar mengajar.
Salah satu tujuan dari pendidikan adalah
menolong anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, dan karena itu
pendidikan sangat menguntungkan baik bagi anak maupun bagi masyarakat. Anak
didik memandang sekolah sebagai tempat mencari “bekal”yag akan membuka dunia
bagi mereka.
Secara
keseluruhan guru adalah figure yang menarik perhatian semua orang, entah dalam
keluarga, dalam masyarakat atau di sekolah. Masyarakat melihat guru sebagai
figure yang kharismatik kemuliaan seorang guru tercermin dari kepribadian
sebagai manifestasi dari sikap dan perilaku dari kehidupan sehari-hari.
B. KRITIK DAN
SARAN
Akhirnya selesailah
makalah yang membahas tentang “Anak Didik Belajar dan Guru Mendidik”.
Sungguh, masih banyak kekurangan yang harus penulis perbaiki dalam penyusunan
makalah ini. Apabila terdapat kesalahan penulisan penulis mohon maaf, kritik
dan saran dari pembaca akan penulis tunggu. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi danWidodo Supriyono.2008.Psikologi Belajar.Jakarta:Rineka
Cipta
Soemanto,Wasty.2006.Psikologi Pendidikan.Jakarta:PT Rineka
Cipta
Akat Suchie.2014.Makalah Psikologi Belajar Anak Didik
http://akatsuchie.blogspot.co.id/2014/12/makalah-psikologi-belajar-anak-didik.html
Artikel guru.2015. Tugas Pokok guru di Sekolah
http://www.artikelguru.com/2015/03/3-tugas-pokok-guru-di-sekolah.html
My Blog.2015.Mendidik dengan Sepenuh Hati
http://anissanoor.blogspot.co.id/2015/01/mendidik-dengan-sepenuh-hati.html
[1] Abu Ahmadi
danWidodo Supriyono.2008.Psikologi Belajar.Jakarta:Rineka Cipta
[2] http://akatsuchie.blogspot.co.id/2014/12/makalah-psikologi-belajar-anak-didik.html
[3] Wasty
Soemanto.2006.Psikologi Pendidikan.Jakarta:PT Rineka Cipta.hlm:175
[4]
http://anissanoor.blogspot.co.id/2015/01/mendidik-dengan-sepenuh-hati.html
[5] http://akatsuchie.blogspot.co.id/2014/12/makalah-psikologi-belajar-anak-didik.html
[6] http://akatsuchie.blogspot.co.id/2014/12/makalah-psikologi-belajar-anak-didik.html
[7]
http://anissanoor.blogspot.co.id/2015/01/mendidik-dengan-sepenuh-hati.html
[8] http://akatsuchie.blogspot.co.id/2014/12/makalah-psikologi-belajar-anak-didik.html
[9] http://www.artikelguru.com/2015/03/3-tugas-pokok-guru-di-sekolah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar