MATA
KULIAH DOSEN
PEMBIMBING
STRATEGI
PEMBELAJARAN ALQUR`AN HADITS
HALIMAH, MA
MAKALAH
Disusun
oleh:
HAYATUN
SAKINAH
NIM:
WIRDATUL
FITRI
NIM
: 1216.16.200.1634
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
PEKANBARU
1439 H/ 2017 M
1439 H/ 2017 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan
tepat pada waktunya. Selanjutnya sholawat dan salam saya kirimkan
kepada nabi besar Muhammad SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat
manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Ucapan terima kasih saya berikan kepada bapak dosen Halimah, MA. Selaku dosen pengampu
mata kuliah Strategi
Pembelajaran Alqur`an Hadits yang telah memberikan ilmu serta arahan pada tugas makalah ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih saya berikan kepada teman-teman yang telah
mau bekerja sama dan memberikan bantuannya terhadap tugas ini, tanpa mereka
makalah ini juga tidak akan terselesaikan tepat pada waktunya. Harapan saya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya serta dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman pada pembahasan makalah ini. Aamiin.
Tentunya masih banyak kesalahan pada tugas makalah ini yang mungkin saya
tidak sadari, oleh karena itu kritik dan saran bagi pembaca sangat saya
harapkan guna perbaikan tugas makalah-makalah selanjutnya.
Pekanbaru,10
Novmber 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
B. Rumusan
masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
model pembelajaran kontekstual
B. Konsep
dasar pembelajaran kontekstual
C. Skenario
pembelajaran kontekstual
D. Asas-asas
pembelajaran kontekstual
E.Asas-asas
pembelajaran kontekstual…………………………………..……………………..11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) ada beberapa hal
yang sebenarnya menjadi substantif dan terkadang menjadi permasalahan yang
tidak disadari oleh setiap guru atau pendidik dalam proses pembelajaran.
Seperti halnya, guru yang sedang mengajar, belum tentu diikuti dengan kegiatan
belajar oleh siswanya. Siswa yang belajar terkadang tidak paham meskipun telah
hafal. Begitu juga dengan siswa yang paham, belum tentu dapat mempraktekkan
pengetahuan atau hafalannya tersebut kedalam kehidupan nyata. Maka dari itu,
yang menjadi pokok pembahasan pada makalah ini adalah bagaimana seorang guru
dapat/mampu menerapkan strategi pembelajaran yang dapat menjadi alternatif dari
permasalahan tersebut.
Permasalahan terbesar yang dihadapi para peserta didik
sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka
pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan dalam realita yang ada.
Hal ini dikarenakan cara mereka memperoleh dan mengolah informasi dan motivasi
diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Oleh
karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari
masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah
pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/CTL).
B.
Rumusan masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan model pembelajaran kontekstual?
2.
Apa
konsep dasar pembelajaran kontekstual?
3.
Apa
scenario pembelajaran kontekstual?
4.
Apa
asas-asas pembelajaran kontekstual?
5.
Apa
saja model-model pembelajaran kontekstual?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
maksud dari model pembelajaran kontekstual.
2.
Mengetahui
konsep dasar pembelajaran kontekstual.
3.
Mengetahui
scenario pembelajaran kontekstual.
4.
Mengetahui
asas-asas pembelajaran kontekstual.
5.
Mengetahui
model-model pembelajaran kontekstual.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Model Pembelajaran Kontekstual
(contextual teaching and learning)
Elaine B. Johson (Riwayat, 2008) mengatakan pembelajaran
kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola–pola
yang mewujudkan makna.Lebih lanjut, Elaine mengatakan bahwa pembelajaran
kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang
menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari
kehidupan sehari–hari siswa. Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk
membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi
manfaat, sebab siswa mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan kehidupan
nyata.[1]
Sejauh
ini, pembelajaran masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
fakta untuk dihafal. Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian
pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi
bagaimana agar pengalaman belajar yang
dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan permasalahan–permasalahan actual
yang terjadi dilingkungannya. Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL adalah
keterkaitan setiap materi atau topic pembelajaran dengan kehidupan nyata.
Dengan
demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan sangat dirasakan
dibutuhkan oleh setiap siwa karena apa yang dipelajari dapat dirasakan langsung
manfaatnya. Pembelajaran kontekstual (contextual
teaching and learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.Dengan
konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa berkerja dan
mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih penting daripada hasil.Dalam kelas kontekstual tugas guru
adalah membantu siswa mencapai tujuannya.Maksudnya, guru lebih banyak berurusan
dengan strategi daripada member informasi. Sesuatu yang baru datang dari
menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru dalam kelas
dengan model pembelajaran kontekstual ini.[2]
B.
Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and
learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat ( Nurhadi:
2002).[3]
Untuk
memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja
diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri ( learning to do), dan bahkan sekadar pendengar yang pasif
sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan guru. Dengan
demikian pembelajaran akan lebih bermakana, sekolah lebih dekat dengan
lingkungan masyarakat (bukan dari segi fisik), akan tetapi secara fungsional
apa yang dipelajari disekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan
permasalahan kehidupan yang terjadi dilingkungannya (keluarga dan masyarakat).
Howey
R, Keneth, (2001) mendefinisikan CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan
terjadinya proses di mana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya
dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang
bersifat simulatif ataupun nyata, baik sendiri–sendiri ataupun besama–sama. Dengan
demikian, pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang
terpenting adalah proses. Ciri khas CTL ditandai oleh tujuh komponen utama
yaitu: 1) constructivism; 2) inquiry; 3) Questioning; 4) Learning
Community; 5) modelling; 6) Reflection; 7) Authentic Assesment. Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain/ scenario
pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat control dalam
pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam
pembelajaran dapat dilakukan melalui langkah–langkah sebagai berikut:
a.
Mengembangkan
pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan
cara berkerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengontruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan yang dimilikinya.
b.
Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk
semua topik yang diajarkan.
c.
Mengembangkan
sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan – pertanyaan.
d.
Menciptakan
masyarakat belajar, seperti kegiatan kelompok berdiskusi, Tanya jawab, dan lain
sebagainya.
e.
Menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran.
f.
Membiasakan
anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
g.
Melakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
C. Skenario
Pembelajaran Kontekstual
Dalam
pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan
pembelajaran yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk scenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya
proses pembelajaran. Dalam proses tersebut harus tercermin penerapan dari
ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru memiliki persiapan yang
utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam kegiatan belajar–mengajar di
kelas. Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar antara format program
pembelajaran konvensional seperti yang dilakukan oleh guru–guru selama ini.
Adapun yang membedakannya terletak pada penekanannya, dimana pada model
konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas
dan operasional), sementara program pembelajaran CTL lebih menekankan pada
scenario pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap demi tahap yang dilakukan oleh
guru dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Oleh
karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya;
a.
Nyatakan
kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara kompetensi dasar; materi pokok, dan indicator
pencapaian hasil belajar.
b.
Rumuskan
dengan jelas tujan umum pembelajarannya.
c.
Uraikan
secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan untuk
mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
d.
Rumuskan
scenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam melakukan
proses pembelajaran.
e.
Rumuskan
dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada kemampuan yang sebenarnya
yang dimiliki oleh siswa baik pada saat berlangsungnya proses maupun setelah
siwa tersebut selesai belajar.[4]
D. Asas–Asas Pembelajaran Kontekstual
CTL
sebagai pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas–asas ini yang melandasi
pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkali asas
ini disebut dengan komponen–komponen CTL yaitu:
1. Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut
kontruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi akan
dikontruksi oleh dua factor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan
dan kemampuan subjek untuk menginterprestasikan objek tersebut. Kedua factor
tersebut itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat
statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan
mengkonstruksinya.
Pembelajaran
melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkontruksi
pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman yang nyata. Pengetahuan
hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya
diberi asumsi yang mendasarinya itulah, maka penerapan asas kontruktivisme
dalam pembelajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu mengkontruksi
pengetahuan sendiri melalui pengalaman yang nyata.
2. Inkuiri
Asas kedua dalam pebelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir sistematis.
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil
dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru
bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus
difahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak
terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa
berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya.
Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalu beberapa langkah yaitu:
a.
Merumuskan
masalah
b.
Mengajukan
hipotesis
c.
Mengumpulkan
data
d.
Menguji
hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
e.
Membuat
kesimpulan
Penerapan asas
ini dalam proses pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan
masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong
untuk menemukan masalah.Jika masalah telah dipahami dengan batasan–batasan yang
jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara
sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan.
3. Bertanya
(Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab peratanyaan.Bertanya
dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berfikir.
Dalam proses melalui pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan
sendiri. Karena itu peran bertanya sangatlah penting, sebab melalui pertanyaan–pertanyaan
guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan
sangat berguna untuk:
a.
Menggali
informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
b.
Membangkitkan
motivasi siswa untuk belajar.
c.
Merangsang
keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d.
Memfokuskan
siswa pada sesuatu yang yan iinginkan.
e.
Membimbing
siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4. Masyarakat
Belajar ( learning community)
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan
dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.Siswa dibagi dalam
berkelompok–kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari
kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan
minatnya. Biarkan dalam kelompok
belajarnya mereka saling membelajarkan, yang cepat membantu yang lambat dan
yang memiliki kemampuan didorong untuk menularkannya pada yang lain.[5]
Dalam hal tertentu guru dapat mengundang orang–orang yang dianggap
memiliki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa.Misalnya, dokter untuk
memberikan atau membahas masalah kesehatan, para petani, dan lain–lain.Demikianlah
masyarakat belajar.Setiap orang bisa terlibat, bisa saling membelajarkan,
bertukar informasi, dan bertukar pengalaman.
5. Pemodelan
(Modeling)
Yang dimaksud dengan asas pemodelan ini adalah proses pembelajaran
dengan memperagakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat,
atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan
contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana
cara memainkan alat music, dal lain sebagainya.
Proses pemodelan ini tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi
dapat juga guru memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan. Misalkan siswa yan
pernah mendapat juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan
kebolehannya didepan teman–temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap
sebagai model.
6. Refleksi
(Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari
yang dilakukan dengan cara menguraikan kembali kejadian–kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar
itu dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang akhirnya akan menjadi bagian
dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa
akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah
pengetahuannya.
Dalam proses pembelajaran menggunakan CTL, setiap berakhir proses
pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau
mengingat kembali apayang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa
menafsirkan pengalamanya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan pengalaman belajarnya
7. Penilaian
Nyata (Authentic Assessment)
Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh
perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh
aspek.
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegerasi dengan proses
pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus–menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses
belajar bukan hasil belajar.[6]
E. Model–Model
Pembelajaran Kontekstual
Ada
banyak model pembelajaran kontekstualdiantaranya: Model Examples Non-examples, Model
Picture and Picture, Student Team-Archievement Division (STAD), Time Token,
Demonstration dan Mind Mapping. Tapi, penulis hanyaakan menguraikan satu model dari
model-model diatas, yaitu:
Mind Mapping
1.
Guru menyampaikan KD yang
hendak dicapai.
2.
Guru mengemukakan konsep
atau masalah yang akan ditanggapi oleh siswa (guru memberikan wacana yang bisa
didiskusikan).
3.
Guru membentuk kelompok
(2-3 orang).
4.
Tiap kelompok
menginventarisasikan atau mencatat hasil dari diskusinya.
5.
Tiap kelompok membaca
hasil diskusi, dan guru menulis jawaban murid di papan tulis sesuai kebutuhan
guru.
6.
Sisiwa diminta membuat
kesimpulan atau guru memberikan peerbandingan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata.Model ini
mendorong pelajar membuat hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan
penerapan dalam kehidupan sehari – hari sebagai anggota masyarakat dan
keluarga. Ada tujuh komponen dalam pembelajaran kontekstual ini yakni:
konstruktivisme, bertanya, inquiry, komunitas belajar, pemodelan dan penialaian
yang sebenarnya.
Dari
isi makalah diatas dapat diambil beberapa kesimpulan yang membedakan antara
pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional yaitu:
1.
CTL
menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam
proses pembelajaran dengan cara menemukan sendiri materi pelajaran. Sedangkan
dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang
berperan sebagai penerima informasi yang bersifat pasif.
2.
Dalam
CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, sedangkan dalam pemebelajaran
konvensional siswa lebih banyak belajar secara individu.
3.
Dalam
CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat abstrak dan teoritis
4.
Dalam
CTL, kemampuan didasarkan pengalaman sedangkan pada pembelajaran konvensional
pembelajaran diperoleh melalui latihan–latihan.
Beberapa
perbedaan pokok diatas menggambarkan bahwa CTL memang memiliki karakteristik
tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun dari proses pelaksanaannya dan
pengelolahannya.
B.
Saran
Penulis menyadari
jika dalam tulisan ini masih banyak kekurangan.Karena itu penulis berharap
masukan dan saran yang membangun agar sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Zainal. Model–model, Media, dan Strategi
pembelajaran kontekstual (inovatif).Bandung: Yrama Widya, 2013
Rusman.Model–model pembelajaran: mengembangkan
profesionalisme guru. Jakarta: PT Raja Grafindo,
Sanjaya, wina. Strategi pembelajaran berorientasi standar
proses pendidikan. Jakarta: Kencana, 2010
[1] Dr.rusman, M.Pd. model –
model pembelajaran:mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta, PT.Raja
Grafindo persada.2012,hal:187
[2]Zainal aqib. Model – model,
Media, dan strategi pembelajaran kontekstual (inovatif). 2013. Bandung:
Yrama Widya,hal.1
[3] Op.cit. Rusman,hal.189
[4] Op.cit. Zainal Aliq,hal.8
[5] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.pd.
strategi pembelajaran berorientasi standar proses penddikan. 2010.
Jakarta:Kencana. Hal,267.
[6] Op. Cit. Wina Sanjaya,hal.269
Tidak ada komentar:
Posting Komentar