MATA KULIAH DOSEN PEMBIMBING
ULUMUL HADIS SUKIYAT M.Ag
MAKALAH
HADIS
DHOIF
DISUSUN
OLEH:
EGA MULIANI
HAYATUN SAKINAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM DINIYAH
PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM PEKANBARU
1437
H/ 2016 M
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HADIST DHOIF
B. KRITERIA HADIST DHOIF
C. MACAM-MACAM HADIST
DHOIF
D. HUKUM BERHUJJAH DENGAN
HADIST DHOIF
E. KITAB-KITAB YANG
MEMUAT HADIST DHOIF
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B.SARAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah
SWT karena berkat kasih dan sayang-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah “Ulumul Hadis” yang bertemakan “Hadis
Dhoif” ini tepat pada waktunya.
Adapun penjelasan-penjelasan pada makalah ini
saya ambil dari beberapa sumber buku dan website .
Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen
dan teman-teman yang telah membantu
penulis untuk menyelesaikan makalah ini, akan tetapi penulis juga menyadari
bahwa terdapat kekurangan didalam makalah ini. Untuk itu dengan senang hati
penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Wassalamualaikum wr.wb.
Pekanbaru, 5 Mei 2016
Penulis
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa hadis
merupakan sumber hukum kedua setelah kitab suci Al Qur’an. Hadis merupakan
perkataan perbuatan, dan takrir Nabi Muhammad selama beliau menjadi Nabi dan
Rasul. Karena itu selain kita harus menjadikan Al Qur’an sebagai sumber hukum
utama, kitapun harus mempelajari dan menjadikan hadis sebagai pedoman, penguat
dari hukum Al Qur’an.
Dan dalam hadis sendiri, terdapat tingkatan-tingkatan hadis dari hadis yang
shohih sampai hadis maudhu’.dan dalam menjadikannya (hadis) sebagai hujjah atau
sebagai sumber hukum, kita harus mengetahui terlebih dahulu tingkatan-tingkatan
hadis yang boleh dijadikan hujjah.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu
:
1. Apakah pengertian Hadis dhaif?
2. Apa saja macam-macam Hadis dhaif ?
3. Bagaimana hukum berhujjah dengan Hadis Dhaif ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Hadis Dhaif.
2. Untuk mengetahui macam-macam Hadis Dhoif .
3. Untuk mengetahui dan memahami kehujjahan dalam mengamalkan
hadis Dhoif
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
HADIST DHOIF
Hadits Dhoif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah
artinya hadist yang tidak kuat.
Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan
rumusan dalam mendefinisikan hadits dhoif ini akan tetapi pada dasarnya,isi,
dan maksudnya tidak berbeda.
Beberapa definisi,diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Hadits yang di
dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat hadits
hasan.
2.
Hadits yang
hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shohih atau
yang hasan)
3.
Pada definisi
yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif adalah hadits
yang salah satu syaratnya hilang.
B. KRITERIA HADIST DHOIF
Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu
syarat dari hadits shohih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya,yaitu
sebagai berikut:
1. Sanadnya tidak bersambung
2. Kurang adilnya perawi
3. Kurang dhobithnya perawi
4. Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang
diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya
5. Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang
menyebabkan tercemarnya suatu hadits shohih meski secara dzohir terlihat bebas
dari cacat.
Dengan demikian, hadits dhoif bukan saja tidak memenuhi
syarat-syarat hadits shohih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits hasan.
C. MACAM-MACAM HADIST DHOIF
Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits di golongkan
menjadi hadits dhoif di karenakan dua hal, yaitu : Gugurnya rawi dalam sanadnya
dan Adanya cacat pada rowi atau matan.
1. Hadits Dhoif karena gugurnya Rowi.
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya
satu, dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam satu sanad baik pada
permulaan sanad, pertengahan, ataupun akhirnya. Adapun hadits dhoif karena
gugurnya rawi di bagi menjadi beberapa macam, di antaranya :
1) Hadits Mursal
Hadits Mursal, menurut bahasa berarti hadits yang
terlepas .Yang dimaksud terlepas yaitu hadits yang gugur sanadnya setelah
tabi’in atau hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan
gugur disini adalah nama sanad terakhirnya tidak disebutkan, dan yang dimaksud
rawi di akhir sanad yaitu rawi pada tingkat sahabat. Jadi hadits mursal adalah
hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi, sebagai rawi yang
seharusnya menerima langsung dari Rasulullah SAW.
Kebanyakan ulama’ memandang hadits mursal sebagai hadits
dhoif dan tidak diterima sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama’ termasuk
abu hanifah, malik bin annas dan ahmad bin hanbal, dapat menerima hadits mursal
menjadi hujjah bila rawinya adil.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa didalam hadis mursal yang
digugurkan adalah sahabat yang langsung menerima berita dari Rasulullah SAW,
sedang yang menggugurkan dapat juga seorang tabi’in atau sahabat kecil. Oleh
karena itu, ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan dari sifat-sifat
pengguguran hadis, hadis mursal terbagi menjadi :
a. Mursal Jaly yaitu bila pengguguran yang dilakukan oleh
rawi (tabi’in, adalah jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang
menggugurkan tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai
berita.
b.
Mursal
Shahaby, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,
tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan.
c.
Mursal Khafy,
yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in, dimana tabi’in yang meriwayatkan
hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadis pun
daripadanya.
Hukum hadis
ini adalah dhaif.
2) Hadits Munqoti’
Menurut bahasa, hadits munqoti’ berarti hadits yang
terputus.
“hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat, di satu
tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak
berturut-turut.”
Hukum hadis munqathi’ tidak dapat dibuat hujjah.
3) Hadis mudhal
Menurut
bahasa, hadis mudhal berarti hadis yang sulit dipahami. Para ulama’ memberi
batasan hadis mudhal adalah hadis yang gugur dua orang rawinya atau lebih
secara beriringan dalam sanadnya.
4) Hadis Muallaq
Hadis Muallaq menurut bahasa, berarti hadis yang tergantung.
Menurut istilah :
هو الذىيسقط من اول سنده راوفاكثر
“ Hadis-hadis yang gugur rawinya seorang atau lebih di
awal sanad”
Keguguran (inqitha’) sanad pada hadis muallaq dapat terjadi pada sanad yang
pertama, pada seluruh sanad, atau pada seluruh sanad selain sahabat.
2. Hadis Dhoif karena cacat pada rawi atau matan
Hadis yang bercacat rawi atau matannya, atau kedua-duanya
digolongkan hadis dhaif. Banyak macam cacat yang dapat menimpa para rawi atau
menimpa matan, diantaranya pendusta, pernah berdusta, fasiq, tidak di kenal,
dan berbuat bid’ah, merupakan cacat yang masing-masing dapat
menghilangkan sifat dhabit rawi. Banyak keliru, banyak faham, buruk
hafalan, lalu mengusahakan hafalan dan menyalahi raw-rawi yang dipercaya,juga
merupakan cacat yang masing-masing dapat menghilangkan sifat dhabit pada rawi.
Adapun cacat matan misalnya, terdapat sisipan
ditengah-tengah lafadz hadis, atau lafadz hadis itu di putarbalikan sehingga
memberi pengertian yang berbeda dengan maksud lafadz yang sebenarnya.
Diantara hadis Dhaif karena cacat pada rawi atau
matannya, yaitu :
1) Hadis Maudhu’
Dari segi bahasa, Hadis maudhu’ berarti palsu atau hadis
yang dibuat-buat. Sedangkan, menurut istilah :
هو المحتلع المصنوع المنصوب الى رسول الله صلى الله عليه
وسلم زورا وبهتانا سواء كان ذلك
عمدا ام خطا
“ Hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang
(pendusta), yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rasulullah SAW. Secara palsu
dan dusta, baik hal itu disengaja, maupun tidak.”
Para ulama’ memberi batasan hadis maudhu’ adalah hadis
yang bukan hadis Rasulullah SAW, tetapi disandarkan kepada beliau oleh orang
secara dusta dan sengaja atau secara keliru tanpa sengaja.
Golongan pembuat
Hadis Maudhu’ antara lain :
a. Musuh-musuh Islam (terutama kaum yahudi dan kaum zindiq).
b. Orang-orang yang fanatik pada golongan politiknya,
madzhabnya, atau kebangsaannya.
c. Tukang-tukang dongeng.
d. Orang-orang yang suka mengambil muka pada penguasa.
e. Dan orang-orang yang ingin bermegah diri dengan
meriwayatkan hadis yang tidak dimiliki orang lain.
Hadis Maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadis Dhaif. Banyak
tanda untuk menetapkan kemaudhu’an suatu hadis, petunjuk terpenting adalah
makna hadis tersebut rusak atau batil, yakni : tidak masuk akal, bertentangan
dengan akal sehat, bertentangan dengan kebenaran yang sudah dapat dipastikan
secara ilmiah/historis, bertentangan dengan hadis-hadis yang lebih kuat, atau
bertentangan dengan ayat Al Qur’an.
contoh Hadis maudhu’ :
لا يدخل ولد الزنا الجنة الىسبع ابتاء
Artinya :
“ anak zina itu tidak masuk syurga hingga tujuh turunan.”
Hadis diatas bertentangan dengan Ayat Al Qur’an/Firman
Allah SWT :
ولا تزر وازرة وزر اخرا (الانعام : 164)
Artinya :
“Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosa orang lain.” (QS. Al An’am: 164)
Sebagian hadis-hadis maudhu’ diketahui kepalsuannya
berdasarkan pengakuan dari mereka yang memalsukan. Misalnya, Maisarah bin Abdi
Rabbin Al Farisi, mengaku telah membuat beberapa hadis tentang keutamaan Al
Qur’an dan 70 buah hadis tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib, dan masih banyak
lagi.
2) Hadis Matruk atau Hadis Matruh
Dari segi bahasa, hadis matruk berarti yang ditinggalkan
dan hadis matruh berarti yang dibuang. Sedangkan, menurut istilah yaitu :
هو الحد يث الذى ينفرد بروايته من يتهم بالكذب فى الحد يث
“ hadis yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam perhaditsan.”
Para ulama’ memberikan batasan hadis matruk (hadis
matruh) adalah hadis yang di riwayatkan oleh orang yang tertuduh pernah
berdusta (baik berkenaan dengan hadis atau mengenai urusan lain), atau tertuduh
pernah mengerjakan maksiat, atau lalai, atau banyak fahamnya.
Contoh :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لولا النساء لعبد الله
حقا
“rasulullah bersabda, “sekirannya tidak ada wanita,tentu
Allah disembah (ditaati) dengan sungguh-sungguh”.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Yaqub bin Syufyan bin Asyim, dengan sanad
terdiri serentetan rawi , Muhammad bin Imran, Isa bin Ziyad, Abdur Rahim bin
Zaid dan ayahnya, Said bin MUsayyab, dan Umar bin Khattab. Di antara nama-mana
dalam sanad itu, Abdur Rahim dan Ayahnya tertuduh pernah berdusta. Oleh karena
itu, hadis diatas dikenal dengan sebutan hadis matruk dan hadis matruh.
3) Hadis Munkar
Hadis munkar dari segi bahasa, berarti hadis yang
diingkari atau hadis yang tidak dikenal. Sedangkan, menurut istilah :
هو الحد يث الذى ينفرد بروايته من فحش غلطه او اكثرت غفلته
او بين فسقه بغير الكذب
“hadis yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahan, banyak kelengahannya atau jelas
kefasikannya yang bukan karena dusta”.
Para ulama’ memberikan batasan hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh
rawi yang lemah yang menyalahi (berlawanan dengan)
rawi yang kuat (kepercayaan).
Contoh :
من اقام الصلاة واتى الزكاة و حج وصام وقرى الضيف (اضا فه و
اكرمه) دخل الجنة (رواه ابن ابى حاتم)
“barang siapa yang mendirikan salat, membayar zakat,
mengerjakan haji, berpuasa dan menghormati tamu, niscaya masuk surga.” (HR.
Ibnu Abi Hatim)
Hadis diatas dikatakan berasal dari Rasulullah, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim dari serangkaian rawi-rawi yang lemah. Ibnu AbiHatim sendiri memandang hadis
tersebut sebagai hadis munkar, karena rawi-rawinya lemah dan matannya berlainan
dengan matan hadis-hadis yang lebih kuat.
4) Hadis Muallal
Muallal dari segi bahasa, berarti yang terkena illat
(penyakit atau bencana). Para ulama’ memberi batasan hadis muallal adalah hadis
yang mengandung sebab-sebab tersembunyi (tidak mudah untuk diketahui) yang
menjatuhkan derajatnya.Illat yang menjatuhkan derajat hadis itu bisa terdapat
pada sanad atau pada matan, serta bisa pada keduanya.
Contoh :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : البيعان بالخيار مالم
يتفرقا
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh
berkhiyar, selama mereka belum berpisah”.
Hadis tersebut diriwayatkan Yala bin Ubaid bersanad Sufyan Ats Tsauri, dari
Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar. Matan hadis diatas shahih, tetapi sanadnya
memiliki illat. Seharusnya bukan dari Amru bin Dinar, melainkan dari Abdullah
bin Dinar.
5) Hadis Mudraj
Hadis mudraj, dari segi bahasa, berarti hadis yang
dimasuki sisipan. Dari segi istilah hadis mudraj adalah hadis yang dimasuki
sisipan, yang sebenarnya bukan bagian hadis itu. Sisipan itu bisa pada sanad,
matan, dan bisa pada keduanya.
Contoh :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : انا زعيم والزعيم
الحميل لمن امن بى واسام وجاهد فى سبيل الله يبيت فى ريض الجنة (رواه النساء)
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ saya adalah zaim dan zaim itu
adalah penanggung jawab dari orang yang beriman kepadaku, taat dan berjuang
dijalan Allah, dia bertempat tinggal di taman syurga.”
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Nasai, dan disebut hadis
mudraj karena ungkapan (والزعيم الحميل)
adalah sisipan, tidak berasal dari sabda Rasulullah SAW.
6) Hadis Maqlub
Dari segi bahasa, hadis maqlub berarti, hadis yang
diputar balik. Dari segi istilah hadis maqlub adalah hadis yang terjadi
pemutarbalikan pada matannya atau pada rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu
sanad untuk matan yang lain.
Bila hadis sebenarnya diriwayatkan oleh kaab bin Murrah (misalnya), tetapi Kaab
bin Murrah itu dibalik menjadi Murrah bin kaab maka hadis itu disebut hadis maqlub.
Contoh pada matannya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا امرتكم بشىء فأتوه
واذا نهيتكم عن شىء فاجتنيبوه ما استطعتم. (رواه الطبرانى)
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ apabila aku menyuruh kamu mengerjakan
sesuatu, maka kerjakanlah dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka
jauhilah dia sesuai dengan kesanggupan kamu.” (HR. Thabarani)
Matan diatas, merupakan pemutarbalikan.berdasarkan hadis Bukhari dan Muslim,
Seharusnya hadis itu berbunyi :
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول : ما نهيتكم عنه فاجتنيبوه وما امرتكم به فا فعلوه منه ما استطعتم
. (رواه البخارى و مسلم).
Artinya :
“dari Abu hurairah r.a berkata, :”saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda,: apa-apa yang kami cegah dari kamu semua maka jauhilah
dan apa-apa yang kami perintahkan kepadamu sekalian perbuatlah menurut
kemampuannmu.” (HR.
Bukhari-Muslim).
7) Hadis Syadz
Dari segi bahasa, hadis syadz berarti hadis yang ganjil.
Para ulama’ memberi batasan hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh
rawi yang dipercaya tetapi hadisnya berlainan dengan hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya.
Contoh :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يوم عرفه وايام التشريق
ايام اكل وشرب. (رواه موسى بن على)
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ hari arafah dan hari tasyrik
adalah hari-hari makan dan minum.”
Hadis diatas diriwayatkan oleh Musa bin Abi bin Kubah dengan sanad dari
serentetan rawi yang dipercaya, namun matan hadis tersebut ganjil, jika
dibandingkan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga
dipercaya. Pada hadis-hadis lain tidak dijumpai ungkapan (يوم عرفة) keganjilan hadis diatas terletak pada ungkapan tersebut.
D. HUKUM BERHUJJAH DENGAN HADIST DHOIF
Cacat-cacat hadis dhaif berbeda-beda,
baik macamnya maupun berat ringannya. Dari hadis-hadis yang mengandung cacat
pada rawi(sanad) atau matannya, yang paling rendah martabatnya ialah hadis
Maudhu’, kemudian hadis Matruk, hadis Munkar, hadis Muallal, hadis Mudraj,
hadis Maqlub dan hadis-hadis lain. Dari hadis-hadis yang gugur rawi atau
sejumlah rawinya, yang paling lemah adalah hadis Muallaq (kecuali hadis-hadis
shohih, yang diriwayatkan secara Muallaq oleh Bukhari dalam kitab sahihnya), hadis
Mudhal, hadis Munqathi’, kemudian hadis Mursal.
Adapun pendapat Muhadditsin tentang kehujjahan hadis
Dhaif, yaitu :
Pendapat pertama : hadis Dhaif dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkenaan dengan
masalah halal haram, maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada hadis lain yang
menerangkannya. Pendapat ini disampaikan oleh beberapa imam, seperti : Imam
Ahmad bin Hambal, Abu Dawud dan sebagainya.
Pendapat kedua : dipandang baik mengamalkan hadis dhaif
dalam fadailul ‘amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun
hal-hal yang dilarang.
Abu Hafid Ibnu Hajar menjelaskan bahwa syarat mengamalkan
hadis dhaif ada tiga :
1. Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadis dhaif yang
tidak terlalu dhaif.
2. Hadis dhaif yang bersangkutan berada dibawah suatu dalil
yang umum sehingga tidak dapat diamalkan hadis dhaif yang sama sekali tidak
memiliki dalil pokok.
3. Hadis dhaif yang bersangkutan diamalkan, namun tidak
disertai keyakinan atas kepastian keberadaannya, untuk menghindar penyandaran kepada
Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang tidak beliau katakan.
Pendapat ketiga : hadis dhaif sama sekali tidak
dapat diamalkan, baik yang berkaitan dengan fadailul amal maupun yang berkaitan
dengan halal haram. Pendapat ini di nisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.
E. KITAB-KITAB YANG MEMUAT HADIST DHOIF
1. Al-Maudu’at, karya Al-Imam Al-Hafiz Abul Faraj Abdur
Rahman bin Al-Jauzi (579 H)
2. Al-Laali Al- Masnuah fi Al-Hadits Al-Mauduah, Karya
Al-Hafiz Jalaludin Al-Suyuti (911 H)
3. Tanzih Al-Syariah Al-Marfuah An Al-Ahadits Al-Syaniah
Al-Mauduah, karya Alhafizh Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad Bun Iraq Al-Kannani
(963 H)
4. Al-Manar Al-Munif fi Shahih wa Al-Dafi, karya Al-Hafizh
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ( 751 H )
5. Al-Masnu fi Al-Hadits Al-Maudu’ karya Ali Al-Qari ( 1014
H )[1]
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hadits Dhoif,
menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit yang tidak
kuat.Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam
mendefinisikan hadits dhoif ini akan tetapi pada dasarnya,isi, dan maksudnya
tidak berbeda.
Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits di
golongkan menjadi hadits dhoif di karenakan dua hal, yaitu : Gugurnya rawi
dalam sanadnya dan adanya cacat pada rowi atau matan.
Adapun pendapat Muhadditsin tentang kehujjahan hadis
Dhaif, yaitu :
Pendapat pertama : hadis Dhaif dapat diamalkan secara
mutlak, yakni baik yang berkenaan dengan masalah halal haram, maupun kewajiban,
dengan syarat tidak ada hadis lain yang menerangkannya. Pendapat ini
disampaikan oleh beberapa imam, seperti : Imam Ahmad bin Hambal, Abu Dawud dan
sebagainya.
Pendapat kedua : dipandang baik mengamalkan hadis dhaif
dalam fadailul ‘amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun
hal-hal yang dilarang.
Pendapat ketiga : hadis dhaif sama sekali tidak
dapat diamalkan, baik yang berkaitan dengan fadailul amal maupun yang berkaitan
dengan halal haram. Pendapat ini di nisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.
B.SARAN
Adapun saran yang kami ambil dari makalah ini, yaitu :
sebagai umat islam yang baik, sebelum kita mengamalkan sebuah hadis untuk
dijadikan sebuah hujjah, hendaknya kita mengetahui dan memahami apakah hadis
tersebut dapat dijadikan hujjah ataupun tidak. Salah satunya dengan
memperhatikan kriteria-kriteria maupun syarat sebuah hadis yang shohih maupun
hadis yang dhaif dan mardud.
DAFTAR PUSTAKA
Yuslem,Nawir.2001. Ulumul Hadits.Jakarta:PT.Mutiara sumber
widya
Ismail, Drs. M.Syuhudi.” Pengantar ilmu Hadis”.
Cetakan : 10. Bandung : Angkasa.
http://www.sarjanaku.com/2011/11/hadits-dhaif-pengertian-macam-macam.html. (Di akses 28 Februari 2013).
[1]
H.M. Ahmad, dkk, Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2000),hlm 208.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar